Oghey yeorobun maap baru up hari ini soalnya kemaren ngerjain cerpen. Pas mau nulis eh udh tengah malem, emak w ntar ngamok:)
Sesuai yang kubilang juga, siapin lagu You Are My Everything - Davichi atau lagu mellow apapun kayak Nothing Like Us - Jungkook cover juga bisa. Bebas dah, tapi rekomen yg Davichi, wkwk
Komen lagi dong yang banyak😗💜💚
ㅡ
"Jeongyeon.. Jeongyeon."
Jimin tak berhenti menggumamkan nama Jeongyeon sejak kemarin. Ia terus mengigau dan bergerak gelisah setiap saat. Suhu badannya juga meningkat seiring berjalannya waktu dan kini ia terbaring lemas di kamarnya sendirian.
"Jeongyeon ja-ngan pergi, aku ngga lakuin itu. Ngga ngga." Jimin susah payah bangkit hanya untuk mengambil ponselnya di nakas. Ponselnya beberapa kali terlepas dari genggamannya karena pusing dan menggigil sangatlah mengganggu pergerakannya. Namun sebisa mungkin ia menggenggam kuat ponselnya agar tidak terus terjatuh.
Jarinya terus menggeser layar ponselnya. Mencari satu nama yang ia cari untuk dihubungi. Ruang chat tak lama terpampang di mata Jimin yang terasa berkabut. Sudah lebih dari lima puluh pesan ia kirimkan hanya terbaca olehnya. Ia tidak tahan lagi, ia harus berbicara padanya.
Triing triing triing
"Stop! Jangan ganggu aku, aaaa hiks hiks", Jeongyeon menutup telinganya rapat-rapat. Notifikasi baik pesan maupun telepon tak berhenti sejak kemarin. Ingin rasanya ia mematikan ponselnya, namun dalam dirinya seperti memiliki penahan agar ia tidak melakukannya.
Dua hari ini kondisi Jeongyeon benar-benar tidak baik-baik saja. Pola makannya sangat buruk dan ia terlihat sangat acak-acakan dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Jin maupun Jungkook tak bisa berbuat lebih selain terus mengawasi saudarinya itu. Mereka tahu apa yang dirasakan Jeongyeon dan mereka juga merasakan hal yang sama. Sungguh mereka tidak menduga akan dikhianati dengan keji seperti ini.
"Noona, noona udah noona", Jungkook langsung datang memeluk Jeongyeon saat teriakan gadis itu kembali terdengar dari kamarnya. Jeongyeon balas memeluk Jungkook dengan erat dan terus bergumam tidak jelas. Jungkook melepas pelukannya kemudian merapikan sedikit rambut Jeongyeon dan menghapus air mata kakaknya itu.
"Noona, jangan takut. Kookie saranin coba noona bicara sama Jimin hyung. Kookie bakal di sebelah noona buat temenin noona", saran Jungkook yang langsung dibalas gelengan Jeongyeon.
"Ngga, Jimin harus lupain aku. Dia maupun aku ga bisa terus hidup kayak gini. Jalan takdir kita udah beda ngga kayak dulu lagi, Kie", kata Jeongyeon tersengal.
"Kasih Jimin hyung kesempatan buat bicara sama noona sekali lagi, buat yang terakhir kalinya. Noona juga tau kalo Jimin hyung banyak pikiran dia kayak gimana, dia pasti masih butuh noona walau cuma beberapa menit aja."
Jeongyeon terdiam memikirkan kembali saran Jungkook. Diliriknya ponsel yang masih berdering entah keberapa kalinya. Ia ragu. Jungkook memegang bahu Jeongyeon kemudian mengangguk meyakinkan Jeongyeon.
Sekarang ponsel itu sudah berada di genggaman Jeongyeon. Perlahan ibu jarinya menggeser ikon hijau pada panggilan. Panggilan tersambung. Ia langsung menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
"J-jeongyeon, hiks."
Suara di seberang sana terdengar sangat menyayat hati. Air mata Jeongyeon kembali turun memenuhi pipinya. Mulutnya begitu kaku untuk berucap sepatah kata. Ia hanya bisa diam dalam panggilan itu.
"Jeongie-"
"Jangan panggil dengan sebutan itu, kita bukan orang dekat lagi, Jimin-ssi", kalimat itu langsung terlontar dari bibir Jeongyeon. Rasa sesal langsung ia rasakan saat ia menyadari apa yang baru saja dikatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Serendipity || Jeongyeon Jimin ||
Fanfiction[O N G O I N G] - bab awal - 22 : bahasa masih acak-acakan dan belum direvisi "Menemukanmu sama saja menemukan cinta dan hidupku" ㅡ🥀ㅡ 𝓉𝒶𝓀𝒹𝒾𝓇 𝒸ℯ𝓂𝒷𝓊𝓇𝓊 𝓅𝒶𝒹𝒶 𝓀𝒾𝓉𝒶, 𝓈ℯ𝓅ℯ𝓇𝓉𝒾𝓂𝓊 𝒶𝓀𝓊 𝓈𝒶𝓃...