part 24 [Dilema Bagus & Tristan]

16 2 0
                                    

Bagus POV

Aku memandangi cermin di toilet markasku. Aku masih teringat berita beberapa hari lalu. Ternyata Dugaanku benar, Reno lah yang membunuh Risa. Aku sudah merasakan Firasat itu dari lama sekali, saat aku masih terbaring di rumah sakit.

Tapi kali ini aku harus melupakan masalah itu. Reno sudah bukan lagi sahabat kecilku, Risa bukan lagi istriku, bahkan sebenarnya dia tidak pernah kuanggap sebagai istriku, dan Hera...mungkin dia memang jodohku, aku pernah berkata padanya bahwa aku akan tetap menunggunya sampai dia lulus S2, namun, sepertinya aku merusak janji itu, janji yang kuucapkan saat kerusuhan demo mahasiswa tahun 2019 lalu.

Aku masih ingat senyumnya, tawanya, tingkahnya yang menggemaskan, matanya yang menyiratkan ambisi dan rasa cinta yang menggebu gebu, sinar ketulusan satu-satunya yang pernah kulihat. Aku teramat menyesali diriku bertahun-tahun yang lalu. Betapa bodohnya aku!

"Gus! Lu udeh belom??" Aku mendengar kawanku menggedor pintu dari luar. Sepertinya aku terlalu lama disini. Duh Tristan pasti sudah sampai di perpusnas saat ini!

Aku bergegas merapikan tampilanku, aku mengganti celanaku dengan celana kargo hitam biasa, dan seragam kulepas hingga menyisakan kaus hijau tua TNI Angkatan Darat, agar tidak terlihat mencolok. Aku juga menutupnya dengan Jaket bomber biru tua kesayanganku, pemberian mendiang Mbah ku.

Aku segera tancap gas ke Perpustakaan Nasional yang jaraknya tidak terlalu jauh dari markasku

•••

Tristan POV

Aku tak sabar mengenalkan Hera ke Bagus. Duh kok aku merasakan firasat yang tidak enak ya tentang Bagus. Ah sudahlah, itu hanya firasat saja, aku tidak terlalu peduli dengan itu.
Aku berdiri santai menaiki Eskalator. "Ah Bagus palingan ngaret" pikirku,dia memang suka begitu.
Setibanya di lantai dua Perpusnas, aku langsung disambut beberapa orang yang sepertinya panitia acara. Aku mengisi absen terlebih dahulu untuk mendapat Snack dan seminar kit, setelah itu aku menelepon Bagus untuk menanyakan dia sudah ada dimana.
Baru saja aku hendak menekan kontak Bagus untuk meneleponnya, dia sudah menepuk bahuku dari belakang yang sedikit mengejutkanku.

"Heh! Lu tumben baru Dateng Tan" dia terdengar lebih ceria dari biasanya, tapi suaranya ada sedikit rasa takut.

"Lha gua kira lu baru dateng"
"Apaan, gua yang nungguin lu daritadi, yaudah lah langsung masuk aja kita. Lu mau nungguin siapa lagi emang?" Bagus terlihat tergesa-gesa, aku mencium ada yang tidak beres dengannya.

"Emm....nunggu seseorang sih, sebentar aku tanya dulu"

Aku mengetik pesan untuk Hera

Hera Tjakrabirawa

"Hera, kamu dimana?"

Aku menunggu beberapa detik, lalu langsung dibalas dengan cepat olehnya.

"Aku udah didalem nih, kamu masuk aja. Acaranya mau dimulai"

"Oke"

Lalu aku segera menarik bahu Bagus untuk masuk kedalam, anehnya Bagus menurut saja.

Setelah mendapat tempat duduk yang tersisa, yaitu di barisan tengah di bangku urutan ke tiga. Aku merasa saat baru masuk kedalam auditorium, seluruh pasang mata yang ada diruangan seakan-akan memperhatikan aku dan Bagus, aduh aku merasa seperti selebriti. Aku segera mencari-cari dimana Hera Berada, namun yang kutemukan hanya kakaknya saja, yaitu Aditya Tjakrabirawa yang tampak duduk manis disebelah pria dan wanita berambut pirang, mereka tampak akrab bercakap-cakap.

"Hadirin sekalian, untuk membuka acara seminar Sastra Puisi mari kita menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya terlebih dahulu. Hadirin dipersilahkan untuk berdiri" terdengar suara perempuan pembawa acara yang berdiri sendirian diatas panggung hingga kehadirannya digantikan seorang pria yang menjadi dirijen untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Setelah lagu kebangsaan selesai dinyanyikan, Pembawa acara perempuan itu muncul kembali dengan mengucapkan selamat datang dengan intonasi nada yang riang dan memberi semangat, aku pikir akan jadi membosankan.

Tapi aku masih mencari-cari dimana Hera duduk disini, pikiranku melayang-layang memikirkan gadis berkacamata bulat dan berambut sebahu berwarna hitam legam, aku membayangkan senyum manisnya saat aku berhasil menemukan tempat duduknya. Tapi setelah berulang kali aku mencari-cari sosoknya diantara bangku yang terisi, tetap saja hasilnya nihil.

"Kau cari siapa sih sebenarnya Tan?"

"Cari...itulohh cewek yang mau gua tunjukin ke elu" Aku masih tak lelah melirik kesana kemari, kadang yang kutemukan bukanlah wajah bulat Hera yang menggemaskan itu, tapi malah wajah cewek-cewek yang terlihat senyum-senyum genit kearah ku tiap aku tak sengaja menengok kearah mereka.

Aku terlalu fokus mencari hingga tak terlalu memperhatikan apa yang dibicarakan pembawa acara yang sedang basa-basi itu.

"Ini dia yang kita tunggu-tunggu, kita sambut penulis kesayangan kita yang jadi bintang tamu di acara seminar sastra ini, Kak Rythe Syailendra!!!" Aku mendengar nama penulis Rythe Syailendra disebut, mendadak aku melupakan pencarian Hera, aku segera terfokus lagi ke arah panggung di depanku.

Aku terkejut dengan apa yang kulihat.

•••

Bagus POV

"Hera, ternyata dibalik Rythe Syailendra itu adalah dia" gumamku sambil menyembunyikan keterkejutanku.

Dia berjalan dengan anggun dari balik tirai merah, rambut hitam sebahu miliknya tergerai dengan indah, pulasan make up tipis yang membuatnya lebih manis dan anggun, bibirnya yang dipoles lipstik merah semerah saat pertama kali aku bertemu dengannya, ditambah dengan senyum ceria dan gaun putih model Off Shoulder selutut dengan lengan Brukat seperti model gaun yang dipakai Kate Middleton membuatnya tambah anggun dan mempesona.

Aku melirik ke arah Tristan yang terlihat sangat terkejut bukan kepalang, dia sampai lupa menutup mulutnya yang ternganga lebar. Dia baru tersadar setelah aku menyenggol lengannya yang ditutupi sweater rajut dengan leher tinggi berwarna kuning mustard yang terlihat terlalu ngepas di tubuhnya, kacamata samarannya sampai turun ke ujung hidungnya yang mancung seperti prosotan anak TK.

"Gus itu cewek yang mau gua kenalin gus! Hera!" Tristan berkata dengan mata terbelalak dan senyum lebar.

"Lho lu ternyata suka ama Hera Tan!?" Aku tak kalah membelalakkan mataku karena saking terkejutnya.

"Iyak! Eh gua ga nyangka banget kalo dia itu Rythe Syailendra, asli gua ga nyangka banget"

"Sama gua juga woy! Pantes aja puisi-puisinya gua kenal banget"

"Kok lu?" Tristan terlihat bingung.

"Gua kenal dia sebelumnya Tan" aku menyembunyikan kebenaran kalau aku mantannya Hera

Sembari melakukan perdebatan dengan suara berbisik, aku juga mendengarkan apa yang dikatakan Hera. Dia mengenalkan diri dengan menyebutkan nama aslinya juga, dia berbicara dengan lancar dan lantang serta menjawab pertanyaan-pertanyaan moderator dengan lancar dan mempresentasikan tentang kiat menulis puisi, hingga akhirnya yang teramat kutunggu-tunggu datang juga. Yaitu, sesi pertanyaan yang dibuka untuk 5 pertanyaan.

Aku segera mengangkat tanganku untuk menanyakan sesuatu.

"Saya Tubagus dari Jakarta, ingin bertanya pada kak Herandien, apakah semua puisi yang ditulis kak Herandien itu berdasarkan pengalaman sendiri? Atau ada juga pengalaman orang lain yang juga ikut kakak jadikan puisi?"

"Aku harap Hera Sudi menjawab pertanyaanku" batinku harap-harap cemas

Ternyata pertanyaannya dijawab setelah 5 orang bertanya, Tristan ikutan bertanya juga. Hingga akhirnya 5 pertanyaan terkumpul, Hera memutuskan untuk menjawab pertanyaanku terlebih dahulu
Jantungku berdebar-debar tak menentu saat Hera mulai membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaanku ini.

"Baiklah, saya akan menjawab pertanyaan dari bapak Tubagus...."

Bersambung......

Mohon maaf untuk keterlambatannya ya reader.
Panasaran kann kelanjutannya bakal kayak gimana????
yaudah, sabar ya gais
Sampai jumpa di hari Kamis nanti yaa

Tot Ziens!😄
See you later!🤗

Jangan lupa Vote cerita ini yaa, dan jangan lupa untuk masukin ke perpustakaan kalian agar tau update cerita ini.😁✌🏼

HerabagusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang