Ah entah kenapa hari pertama ku di kampung halaman malah bertemu dengan si masa lalu menyebalkan yang mengawang-awang di pikiranku setiap waktu. Entah kenapa si sialan itu satu ruangan dengan Mas Naren. Hasrat ingin menampar membuncah di diriku sejak tadi. Namun aku menahan diri agar tidak mempermalukan diri. Tenang Hera...tenang, suara di kepalaku seperti menenangkanku sedari tadi.
Namun saat kulihat keadaannya tadi, aku merasa sedikit kasihan. Ya memang hanya sedikit rasa kasihanku padanya. Setidaknya aku masih memiliki sisi kemanusiaan saat berhadapan dengannya lagi. Tapi, ada yang janggal tadi. Kemanakah istrinya yang seharusnya menemani? Bukankah seorang istri harus menemani suaminya disaat-saat begini? Seperti Mbak Reni yang memilih untuk menemani mas Naren di rumah sakit daripada menjenguk kakak iparnya yang baru melahirkan. Tapi dia menitipkan sekala untuk dibawa pulang, karena mas Naren gak khawatir Sekala nanti harus izin masuk Sekolah karena harus menunggui ayahnya. Untung saja Sekala itu bukan anak yang rewel, dia cenderung lebih tenang. Kalau kata ibu sih Sekala itu mirip mas Naren waktu kecil, engga rewel. Ya namanya juga anaknya, seperti kata pepatah, Buah jatuh, tidak jauh dari pohonnya kan. Haha!
"Akhirnya sampai juga" mas Adit memarkirkan mobil dan menyuruh semua yang ada di mobil untuk turun.
Setelah sekian lama aku tidak ke rumah mas Sena, akhirnya aku kesini juga. Terlihat banyak perubahan yang terjadi setelah 7 tahun tidak kesini. Terlihat Tembok yang sebelumnya di cat biru muda berubah menjadi biru tua, tanaman bunga yang semakin banyak yang menimbulkan kesan asri di rumah ini. Tampak mas Sena berdiri di beranda rumahnya dengan senyum sumringah, dia terlihat semakin sekel namun tidak mengurangi kegagahannya. Dia mengenakan Celana pendek dan kaos Biru muda yang bertuliskan "JAGOAN UDARA" yang disablon dengan warna biru tua."NdienNdien udah pulang rupanya!" Dia terlihat antusias saat melihatku. Dia segera mencium tangan ibu dan bapak, bersalaman ala-ala Tjakrabirawa bersaudara dengan Mas Adit, lalu dia merangkul ku dengan sangat erat. Aku hampir tidak bisa nafas, siapapun tolong!
"Kirain engga bakal balik-balik lagi lu ndien!" Dia akhirnya melonggarkan rangkulannya dan menarik hidungku, kebiasaan yang tak pernah hilang walau sudah tak berjumpa selama 7 tahun.
"Heh enak aja, kalo aku ga balik lagi ntar mas-mas pada kangen lagi, haha!" Aku membalas kata-kata mas Sena dengan sekenanya saja.
"Iya deh iya iya, ini 7 tahun sepi rasanya engga liat kamu pecicilan kesana kemari"
"Tuuhh kannn""Ehh ini yang namanya Ella ya! Hallo Ella! Ya ampun mas dapet keponakan baru lagi. Anak adopsimu cantik juga ya, udah gede bisa ini jadi model atau kalau masuk militer bakal jadi idola kaum Adam" Mas Sena menatap Ella dengan wajah bahagia, Ella hanya mengangguk dan tersenyum, lalu Ella mencium tangan Mas Sena seperti yang pernah kuajarkan padanya. Mas Sena terlihat antusias juga dengan kehadiran Ella.
"Yaudah, mari masuk kedalam. Irene udah nunggu tuh di dalam"
"Ayuk Ayuk masuk, aku udah ga sabar ketemu Ama si kembar" Mas Adit nyelonong masuk duluan kedalam rumah mas Sena.
"LHA TERNYATA MAS SENA ANAKNYA KEMBAR! AKU MAU LIAT JUGAK!" Aku segera ikut-ikutan Mas Adit untuk nyelonong duluan.
"Dasar Hera Ama Adit, sama aja tingkahnya" terdengar cakap-cakap lirih mas Sena pada ibu dan bapak lalu mereka tertawa bersamaan, sedangkan aku dan Mas Adit sudah menyerbu ke bayi kembar laki-laki yang menggemaskan.
••••
Bimasena POV7 tahun berlalu, akhirnya aku kembali bertemu dengan adik bungsu dalam keadaan sehat, walaupun masih juga melajang, sama seperti Adit, mereka berdua memang mirip. Ya setidaknya Hera sudah memiliki anak, walaupun Adopsi. Tapi anak Adopsinya sama cemerlangnya seperti dia. Sedangkan Adit masih betah melajang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Herabagus
Romansa[ON GOING] [UPDATE SETIAP KAMIS DAN MINGGU] [WARNING 18++] "Ku tunggu lulusmu dek" Bagus berkata sambil mengamit tangan Hera Kalimat janji sederhana yang akan terus membekas dalam hati seorang Hera. Namun, sayang seribu sayang. Janji itu tak pernah...