Hera POV
"Baiklah, saya akan menjawab pertanyaan dari bapak Tubagus" aku bangun dari tempat dudukku untuk menerangkan jawaban dari pertanyaan orang yang seringkali kujadikan objek dalam puisi-puisi karyaku.
Dia terlihat sangat bersemangat saat bertanya. Di sebelah kirinya, ada Tristan yang juga ikut bertanya, aku awalnya agak pangling karena dia terlihat berbeda dengan Kacamata bundar di hidungnya, modelnya sama seperti milikku.
"Saya membuat puisi-puisi berdasarkan pengalaman saya sendiri. Saya merasakan lalu saya menuliskan. Waktu itu saya tidak tahu ingin menceritakan ke orang-orang melalui apa, saya tidak terlalu suka jika saya bercerita dengan blak-blakan. Oleh karena itu saya mengubahnya jadi puisi" aku menjawab pertanyaan Bagus terlebih dahulu, karena selain dia yang bertanya terlebih dahulu, dia pun yang menjadi objek dalam puisi-puisiku.
Lalu pertanyaan-pertanyaan yang lain aku jawab satu persatu dengan sabar dan telaten, dan tentunya dengan wibawa pula. Aku agak senang jika Tristan mengajak Bagus ikut serta, bukan berarti karena aku masih mencintainya dan rindu bertemu dengannya, tapi karena aku ingin dia melihat kalau aku masih bisa bangkit dan berdiri meski tanpanya.
Selesai seminar banyak orang ingin berfoto denganku, aku melihat kakakku menunggu dengan sabar dari kejauhan sambil bercakap-cakap dengan Will dan Marieke, aku juga melihat Tristan dari kejauhan yang memperhatikanku dan terlihat ingin berfoto denganku juga, tapi aku tidak melihat Bagus disampingnya, mungkin saja dia sedang ke kamar mandi.
Setelah hiruk pihuk penggemar agak mereda, aku segera menghampiri Mas Adit. Aku tahu dia teramat sangat ingin berbicara denganku."Andien! Tadi keren banget, gua ga nyangka kalo ternyata si dia itu dateng juga ama yang namanya Tristan Dateng juga, eh iya kan ya bener Tristan yang itu? Mana dia sekarang? Kok ga muncul?"
"Iyak bener, entah deh dia kemana. Tadi sih gua liat ada dibangku tengah" aku menjawab rentetan pertanyaan mas Adit.
"Oalah, oh iyak gua sangat berterimakasih banget ke elu karena akhirnya gua bisa ketemu ama Yutuber fav gua, Will!"
"Aku tidak menyangka kalau kakakmu suka menonton konten video ku" Will tersenyum bahagia, sepertinya Will dan Mas Adit sudah mulai akrab. Tapi aku melihat Marieke masih terlihat malu-malu.
"Ayo kita foto dulu bareng-bareng, kesempatan engga bakal dateng dua kali kan" aku segera membuka kamera ponselku dan ber-Wefie ria dengan Mas Adit, Will, dan Marieke.
"Hera!" Aku mendengar suara yang familiar memanggilku dari kejauhan, aku segera menengok kebelakang, ke arah sumber suara yang memanggilku.
Aku melihat pemuda tinggi berwajah tegas dan mengenakan kacamata bulat, dia tampak lucu memakai sweater rajut berwarna kuning mustard dan celana Chino berwarna hitam, itu Tristan yang melambaikan tangannya padaku sambil tersenyum lebar dan juga sembari menuruni undakan. Di sebelahnya tampak 'dia' si masa lalu yang kebenciannya tetap ada hingga sekarang, wajahnya tampak sedikit ketakutan.
"Hola Tristan! Bagaimana kabarmu? Btw, outfit mu bagus!" Aku segera menyalaminya dan memuji outfit yang dia kenakan, dia tampak tersipu saat aku bilang begitu.
"Baik baik, terima kasih Hera untuk pujiannya! Oh iya ini perkenalkan temanku. Tubagus, kalau tidak salah kalian pernah bertemu kan ya sebelumnya?" Tristan merangkul Bagus yang sedikit lebih pendek darinya.
Aku tahu aku masih benci, tapi aku tidak mau menunjukannya, aku bersikap profesional dengan bersalaman dengan ,"Ah iya iya, bapak Bagus, saya masih ingat" seru ku sambil tersenyum."Oh iya! Ini kakakku Aditya, ini Willem kawanku, dan ini Marieke, adiknya Willem" aku memperkenalkan kakakku dan kakak beradik Van Buuren ini. Aku melihat Will tampak antusias, berbeda dengan Mas Adit yang agak sedikit gundah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Herabagus
Romance[ON GOING] [UPDATE SETIAP KAMIS DAN MINGGU] [WARNING 18++] "Ku tunggu lulusmu dek" Bagus berkata sambil mengamit tangan Hera Kalimat janji sederhana yang akan terus membekas dalam hati seorang Hera. Namun, sayang seribu sayang. Janji itu tak pernah...