"Baal."
Iqbaal menoleh, dia saat ini sedang menggigit sedotannya seraya mengipasi lehernya dengan buku tulisnya. "Apaan?"
Saat ini Iqbaal sedang ada di kantin sekolah, cuacanya panas sampai-sampai Iqbaal tuh pengen ngubah suhu kalau bisa. Kan, enak tuh kalau bumi kayak AC yang bisa di atur suhunya.
"Lo dan (Namakamu) ada apa sih?" tanya Karel.
Bio menganggukkan kepalanya. "O'oh, nggak biasanya lo kayak gitu sama cewek di sekolah kita. Noh, seisi cewek sekolahan pada heboh dan nyari tahu tentang (Namakamu)."
Iqbaal mengangkat satu alisnya. Uhm, wajar sih ya kalau sampai cewek-cewek di sekolahan heboh. Soalnya Iqbaal tuh emang gak pernah berinteraksi sespesial itu dengan cewek disekolahnya.
"Gak."
"Nggak-nggak, tau-tau nanti jadian."
Mendadak Iqbaal senyum-senyum sendiri, hal ini membuat Karel dan Bio saling pandang. Fix sih ini, udah pasti ada apa-apanya.
"Lagian nih ya, Bal. (Namakamu) manis sih. Tapi, nggak secantik primadona sekolah kita tau? Noh, si Chantiq. Udah capek-capek caper ke elo, eh yang dapat perhatian malah (Namakamu)."
Iqbaal bangkit dari tempat duduknya, dia menaruh buku tulisnya di atas meja kemudian kembali memakai kancing baju atasnya.
"Mau ke mana?"
"Balik kelas noh, udah bel."
"Bolos ajalah njir."
Iqbaal terlihat hampir terpengaruh, "Eh, anjir lah. Nggak deh, buruan masuk."
"Dih, gelar playboy. Tapi, bolos kelas atut."
"Diem lo."
*
"(Namakamu)."
"(Namakamu)."
"(Namakamu)."
Telinga (Namakamu) panas, sedaritadi bahkan kemarin Zidny terus-terusan mengganggunya. "Apaan njir? Buk Nov lagi jelasin, lo manggil-manggil gue mulu."
"Lo dan Iqbaal dekat, kan?"
"Mata lo."
"Hahhh, serius dong."
"Nggak tuh."
Zidny mengerucutkan bibirnya, dia lalu menangkup wajahnya. Memasang binar mata minta dikasihani, "Kan, lo tuh sahabat gue yang paling gue sayangi. Kenalin gue sama Iqbaal gitu."
(Namakamu) menghela, "Guekan udah bilang, Zee. Gue dan Iqbaal itu nggak dekat. Kenapa lo ngotot sih? Lagian kan lo tau dia tuh playboy!"
"Setidaknya gue jadi teman dia gitu," Zidny menyentuh tangan (Namakamu), "ya?"
Lelah.
(Namakamu) akhirnya mengangguk, "O'oh, gue usahakan. Tapi, kalau dia ngehempas lo. Jangan nangis, ya."
"Kok jahat!"
(Namakamu) nahan ngakak, soalnya sekali udah ngakak, dia tuh nggak ada jaim-jaimnya.
*
From : Laura
Jemput aku ya?
Iqbaal menyimpan ponselnya, baru juga pacaran udah berani minta jemput. Dih, Iqbaal jadi males.
Iqbaal menatap seseorang yang akhir-akhir ini jadi pusat perhatiannya, ya siapa lagi kalau bukan (Namakamu).
Senyum Iqbaal mengembang, dia kemudian mempercepat langkahnya untuk menyusul gadis itu.
"Sore, (Namakamu)!"
(Namakamu) menoleh kebelakang, "Nah, ini anaknya."
Iqbaal tersenyum, "Nyariin gue? Ya ampun, ini suprise banget gitu loh—"
"Nih, nama anaknya Zidny Latifha." (Namakamu) mendorong Zidny ke depan, bak seseorang yang sedang memperkenalkan barang dagangannya. "Dia tuh pengen temanan sama lo katanya, Bal."
Zidny udah cengo duluan, Iqbaal ganteng banget sampai-sampai dia gak bisa berkata-kata.
Ekspresi Iqbaal terlihat berubah, dia memasukkan kedua tangannya di dalam saku lalu mengalihkan pandangannya pada (Namakamu).
"(Namakamu) mah gitu ya. Gue ngomong kok di cuekin?"
(Namakamu) melotot, "Heh, gue juga ngomong lo cuekin!"
"Mana?"
"Guekan bilang—" (Namakamu) melotot saat tiba-tiba Iqbaal melewati Zidny dan malah mencubit pipinya, "Heh, apwaan cih lo?" tanya (Namakamu) tak jelas karena pipinya saat ini sedang di cubit Iqbaal.
"Nggak ada gemes! Dah ya, gue pergi dulu. See ya, (Namakamu)."
(Namakamu) menyentuh pipinya sendiri, "Dih, gaje tuh orang."
Zidny merasa matanya berkaca-kaca. Bagaimana bisa Iqbaal bagaikan tak melihatnya? Padahal Zidny berada tepat dihadapannya.
"Zid—"
Plak!
Tangan (Namakamu) ditepis oleh Zidny, hal ini membuat (Namakamu) menyeritkan alisnya. "Lah kok? Lah kok?"
"Maaf, (Namakamu). Gue pulang dulu ya."
(Namakamu) bersedekap dada, "Orang-orang kok pada pengen pulang duluan, ya? Au ah, gue pulang juga lah."
*
"Kamu kok lama banget jemput akunya?"
Iqbaal memasang wajah datar. Oh, pantes aja Laura minta di jemput. Saat ini cewek-cewek yang Iqbaal pastikan geng Laura tengah berkumpul tak jauh dari mereka.
Pasti Laura saat ini tengah memamerkan Iqbaal kepada teman-temannya. Paling-paling dia bilang gini ke teman-temannya ; gue tuh punya cowok ganteng, aw gila lah pokoknya.
"Bal. Kamu kok diam aja?"
Disaat tangan Laura hendak menyentuh Iqbaal, Iqbaal buru-buru menepis tangan Laura.
"Aku mau ngomong."
"Ngomong apa?" tanya Laura.
"Yakin mau disini?"
Laura tersenyum, dia menatap ke belakang ke arah teman-temannya yang kini tengah menahan teriakan histeris mereka. "Iya, yakin."
"OK, kamu yang minta soalnya." Iqbaal tersenyum manis, dia lalu menyentuh pipi Laura. "Aku mau kita putus ya, sayang. Soalnya aku tuh nggak suka sama cewek gak tau diri kayak kamu. Dah, itu aja. See you!"
Laura terdiam di tempatnya.
Malu?
Kesal?
Marah?
Semuanya mendominasi menjadi satu. Niatnya untuk pamer kepada teman-temannya malah berimbas kepada dirinya sendiri saat ini! Tidak... ini tidak benar.
"BRENGSEK KAMU, BAL!"
Sebelum kena gampar, Iqbaal memutuskan untuk segera meninggalkan sekolah Laura.
*
BERSAMBUNG
By : Venapz
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
FanfictionMeeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control. "Kalau lo jadi pacar gue, gue jamin, hidup lo bahagia!" Ucap Iqbaal dengan penuh keyakinan. "Dih, siapa lo? SELEBGRAM?!" hina (Nama...