'Tahanan 1730, ada tamu.'
Laura berjalan dengan wajahnya yang tidak ada senyum. Tamu itu pasti suruhan orang tuanya lagi, kalau tidak mengantar makanan, pasti kebutuhan dirinya selama di dalam penjara. Kedua orang tua Laura sama sekali tidak ada rasa ingin mengunjungi dirinya, akibat perlakuannya ini. Mereka lebih mementingkan nama keluarga daripada anaknya sendiri.
Pintu besi itu terbuka, Laura pun melangkah memasuki ruangan khusus untuk tahanan menerima kunjungan keluarga. Ada batas untuk mereka, batasan kaca tipis yang dibingkai. Mereka berkomunikasi dengan kaca tipis di tengah-tengah mereka.
"Laura."
Laura menghentikan langkah kakinya, ia terpaku melihat siapa yang menjenguknya.
"Apa kabar, Laura?"
Laura melihat Candra berdiri tersenyum menatapnya. Semenjak dirinya memasuki penjara, tidak ada satu orang pun di sekolahnya yang mengingatnya, mereka hanya menghujat, menjauhi, dan melupakan dirinya ada di tengah-tengah mereka.
Candra melihat Laura yang memakai baju tahanan dengan kedua tangannya yang diborgol. Ia melihat gadis itu tetap cantik bagaimana pun ia sekarang.
Laura mengerjapkan kedua matanya, ia pun membalikkan badannya, ia tidak mau bertemu dengan siapapun kecuali suruhan orang tuanya.
"Laura, jangan pergi! Aku mohon jangan pergi." Candra segera menghentikan Laura yang hendak pergi meninggalkan dirinya.
Laura memberhentikan langkah kakinya, tetapi tetap tidak menatap Candra. Candra menatap punggung Laura itu dengan rasa yang menyakiti hatinya.
"Aku janji hanya 3 menit, ada yang aku mau omongin. Sebentar, Ra," lanjut Candra dengan suara memohonnya.
Laura pun segera membalikkan badannya untuk duduk ke tempat para tahanan berbicara kepada tamunya. Candra pun duduk sembari menatap Laura dengan senyuman sedihnya, ia melihat Laura yang tidak menatapnya.
"Lo mau bicara apa?" tanya Laura yang tidak melihat Candra.
Candra pun menatap Laura dengan senyumannya yang sedih itu. "Laura, kalau Laura keluar dari penjara nanti, Laura telepon Candra. Candra akan datang, Candra akan menunggu, dan Candra akan menyambut kebebasan Laura. Jangan sakit, ya. Candra rindu Laura," ucap Candra dengan suaranya gemetar.
Laura mendengar isak tangis itu, ia tidak berani melihatnya.
"Candra akan sering ke sini, jengukin Laura, dan kasih makanan yang Laura suka. Candra butuh waktu 3 menit saja, kasih waktu itu untuk Candra. Oke?" lanjut Candra dengan suaranya yang gemetar menahan tangis.
Laura mendengar hembusan napas Candra yang bergetar.
"Candra pergi dulu. Jaga kesehatan." Dan Laura mendengar kursi itu bergeser, lalu langkah kaki itu menjauh dari sini.
Laura akhirnya berani menatap kepergian Candra. Hatinya merasa terobati, ada seseorang yang menunggu kebebasannya.
"Kenapa dia mau bertemu dengan seorang penjahat?"
**
Iqbaal memberantaki rambut belakanganya, ia melihat Karel menatapnya dengan kesal.
"Iya, gue janji besok dipinjami skateboard-nya. Gue mau keluar kelas woi!" balas Iqbaal dengan suara beratnya yang lelah.
Karel memutar kedua bola matanya dengan malas, " janji..janji! Gue udah nggak percaya lagi sama lo! Katanya, hari ini, tapi yang ada apa? Janji lo adalah janji orang pengecut!" ucap Karel sembari bersedekap dada.
Iqbaal merasakan ponselnya bergetar, ia melihat 'Kesayangan Iqbaal' muncul di layar ponselnya. Iqbaal membolakan kedua matanya. "Rel! Janji, gue serius janji ini benaran darurat! Gue bakalan tepatin janji gue!" Iqbaal pun segera mengangkat panggilan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
FanfikceMeeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control. "Kalau lo jadi pacar gue, gue jamin, hidup lo bahagia!" Ucap Iqbaal dengan penuh keyakinan. "Dih, siapa lo? SELEBGRAM?!" hina (Nama...