20

2K 390 75
                                    

Ineffable.

Ada perasaan yang tak dapat di ungkapkan dengan kata-kata, ada perasaan yang harus di pendam demi menjaga.

Tapi, mau sampai kapan?

Perlahan (Namakamu) membuka matanya, dia kemudian meringis pelan saat merasakan lengan dan perutnya sakit.

(Namakamu) mengedarkan pandangannya. Ah, ini rumah sakit. Dia kemudian kembali memejamkan matanya. Sakit, (Namakamu) mau tidur saja.

Tidak, tunggu.

"Iqbaal."

(Namakamu) teringat Iqbaal yang datang menyelamatkannya, lalu pria itu mendapatkan luka tusukan dan... dan dimana pria itu?

"Dokter! Pasien sudah sadar."

(Namakamu) merasa dadanya sesak, sakit di perut dan lengannya tak sebanding dengan sakit di dadanya. (Namakamu) merasa takut.

Ia takut kehilangan untuk yang kedua kalinya. Bagaimana kalau seandainya? Seandainya Iqbaal... tidak-tidak, tidak mungkin, kan?

Seorang dokter dan beberapa suster masuk, mereka mempertanyakan (Namakamu), bagian mana yang terasa sakit dan apapun itu. Tapi, tak (Namakamu) jawab.

Dia kemudian menoleh, "Iqbaal kemana? Pria yang sama saya saat itu, dia dimana?"

Dokter diam, suster pun begitu. (Namakamu) merasa air matanya mulai mengalir dan kemudian dia berteriak, "IQBAAL MANA!!! IQBAAL MANA!!! IQBAAL MANA!!!"

"(Namakamu) tolong tenang, Iqbaal... dia—"

***

(Namakamu) menatap ke dalam ruangan, dia kemudian membuka knop pintu dan menatap ke arah sosok yang terbaring di atas ranjang.

Hatinya merasa lega, dokter dan suster itu tidak membohonginya. Iqbaal memang benar-benar masih ada di dunia ini, hanya saja sudah seminggu sejak (Namakamu) sadar pria itu masih belum juga membuka matanya.

Kata dokter luka tusukan Iqbaal cukup dalam sehingga memerlukan operasi besar dan Iqbaal pun koma dalam waktu yang lebih lama.

(Namakamu) duduk di samping Iqbaal, dia menatap wajah damai pria itu dan kemudian mengambil tangan Iqbaal yang tidak di infus.

Ineffable.

Ada sebuah rasa yang tak mampu di ungkapkan dengan kata-kata, ada sebuah rasa yang selama ini terpendam. Seperti perasaan yang (Namakamu) miliki untuk Iqbaal.

(Namakamu) membawa tangan Iqbaal ke pipinya, dia kemudian memejamkan matanya dan kembali menangis.

Kalau sampai dia kehilangan orang yang dia sayang lagi, (Namakamu) tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya.

"Iqbaal... terimakasih, untuk selalu ada di samping gue. Gue bersyukur. Gue nggak pernah menyalahkan lo atas apa yang terjadi," (Namakamu) kembali terhisak, "jangan tidur lama-lama, gue disini."

(Namakamu) tidak mendapatkan balasan, hal ini membuat tangisnya kian menjadi-jadi.

(Namakamu) menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakan tangisnya, "Kalau... kalau lo sadar. Gue janji, gue bakal jadi pacar lo. Karena itu, tolong, cepat bangun."

(Namakamu) menjauhkan tangan Iqbaal dari wajahnya, dia kemudian menaruh tangan itu kembali ke atas kasur dan kemudian berniat untuk beranjak dari duduknya.

"Jadi... kita pacaran?"

Suara lemah itu membuat (Namakamu) tercekat, pelan-pelan (Namakamu) menoleh dan dia kemudian tersenyum dengan air mata yang masih mengalir.

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang