Iqbaal melihat jam di pergelangan tangannya, lalu melihat di sekililingnya yang tidak begitu ramai.
"Laura ke mana, sih?" tanya Iqbaal dengan malasnya. Ia paling tidak suka menunggu seperti ini.
Ia dan Laura telah berjanji untuk bertemu disebuah café yang tidak jauh dari sekolah Laura. Iqbaal sebenarnya paling malas untuk hal seperti ini, tetapi ia tahan-tahan karena baru beberapa hari mereka menjalin hubungan kekasih.
Iqbaal bersandar pada motornya yang terparkir tepat di depan café tersebut. Angin sore begitu menyejukkan dirinya, matahari pun terlihat mulai membenamkan diri.
"Nunggu siapa lo?"
Iqbaal mendengar suara laki-laki dari arah belakang punggungnya, ia pun segera membalikkan badannya. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan tidak kenalnya.
"Nunggu Laura?" tanya laki-laki itu dengan berpakaian seragam sekolah sama seperti Laura. Laki-laki itu pun membawa teman-temannya yang menatap dirinya.
"Lo siapa?" tanya Iqbaal dengan suara beratnya sedikit bingung.
"Gue?" tunjuk laki-laki ke dirinya sendiri, lalu menyunggingkan senyumannya,"gue pacarnya Laura."
Iqbaal melihat laki-laki itu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, Iqbaal menatap remeh laki-laki itu. "Ya sudah," balas Iqbaal dengan santai.
Laki-laki itu menatap Iqbaal dengan tidak senang. "Ya sudah? Eh, lo ngerebut Laura dari gue, anjing! Laura sampai post foto lo di Instagram dia! Lo emang suka ngerebut cewe orang, ya?"
Iqbaal mengacak rambut belakangnya, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Gue nggak tahu kalau Laura udah punya pacar. Ya udah, lo ambil aja. Gue juga udah bosan," ucap Iqbaal dengan tenangnya, ia sedikit menyipitkan kedua matanya menatap name tag dari laki-laki itu. "Candra."
Candra melihat Iqbaal dengan rasa amarahnya, ia mencintai Laura, tetapi laki-laki di hadapannya sama sekali tidak menghargai Laura. "BANGSAT!" Candra menendang motor Iqbaal hingga jatuh ke aspal itu.
Iqbaal melihat kaca spion motornya pecah. Candra dengan emosinya melayangkan kepalan tangannya ke arah Iqbaal dengan sangat kuat.
BUG!
Iqbaal yang ditinju secara tiba-tiba itu pun terjatuh keras ke aspal. Ia melihat darah keluar dari mulutnya. Candra menarik kerah Iqbaal dengan kuat, Iqbaal pun mengikuti tarikan kuat itu.
"ANJING!" teriak Candra lalu meninju kembali Iqbaal dengan kuat.
BUG!
Iqbaal kembali terjatuh. Ia merasakan darah keluar kembali dari mulutnya. Ia melihat Candra dengan senyuman mautnya. Iqbaal mencoba berdiri walau merasakan sakit di pipinya, ia pun sedikit sempoyongan.
"Kenapa lo marah ke gue? Harusnya lo bersyukur, gue bisa jauhin cewe kaya Laura dari lo. Lihat sifat dia, kan?" ucap Iqbaal dengan suara beratnya.
Candra kembali melayangkan kepalan tangannya ke arah Iqbaal, namun Iqbaal dengan cepat menendang perut Candra dengan kuat. Candra terjatuh dan terseret hingga membentur motornya.
Iqbaal menatap Candra yang terbatuk-batuk dan kesakitan akibat tendangannya.
"LO BAKALAN GUE BIKIN MATI DI SINI, BANGSAT!" teriak Candra dengan kuat.
Iqbaal melihat teman-teman Candra membawa pisau, ia menatap pisau itu kecil namun tajam.
Ia kini berada di wilayah yang sepi, tidak ada cctv, dan jarang dilewati oleh pengendara.
"Siapa yang berhasil bikin dia sekarat, gue kasih uang 3 kali lipat dari biasanya," ucap Candra dengan senyuman jahatnya.
Iqbaal mengepalkan tangannya, ia mulai menatap 5 orang yang memakai pisau untuk menyerangnya. Matahari kini sudah terbenam, dan malam menyambut dirinya di sini.
Ia khawatir dirinya akan mati di sini.
"Kalian ngapain, sih?"
Iqbaal terkejut saat mendengar suara yang tidak jauh darinya. Semua perhatian ke arah suara itu.
"Oh, kalian kelahi. Ya udah, silahkan lanjut."
Iqbaal melihat (Namakamu) dengan jelas di bawah sinar lampu jalan dengan seragam sekolahnya. "(Namakamu)," gumam Iqbaal dengan suara beratnya.
(Namakamu) membolakan kedua matanya ke arah Iqbaal. "Lo tahu nama gue?" tanya (Namakamu) dengan terkejut. Iqbaal hanya memberikan kode kepada (Namakamu) agar menjauh dari sini.
(Namakamu) menyipitkan matanya, "dari mana lo tahu nama gue? Ha?!" ucap (Namakamu) dengan kesal. Ia bahkan berkacak tangannya di pinggangnya.
"WOI! TUNGGU APA LAGI? SERANG LAH!" teriak Candra dengan emosinya.
Dan kelima teman Candra mulai menyerang Iqbaal, Iqbaal dengan cepat menghindar. Menghindar satu sisi, tetapi di sisi yang lain ia diserang. Terasa goresan pisau menyayat lengannya.
(Namakamu) melihat Iqbaal yang diserang dengan pisau. "Ini dia bakalan mati, nggak?" tanya (Namakamu) yang melihat perkelahian itu seperti menonton tinju di televisi.
Ia melihat Iqbaal terlihat kesusahan menyelamati dirinya. (Namakamu) pun menghela napasnya, "woi, perlu bantuan, nggak?" tanya (Namakamu) dengan sedikit keras.
Iqbaal tidak menjawabnya karena sibuk berkelahi. (Namakamu) pun meletakkan tas ranselnya tepat di bawah tiang lampu jalan itu, lalu berjalan menuju perkelahian itu.
"Ntar kalau dia mati, disuruh sumbangan sosial sukarela lagi. Males banget gue ngeluarin uang demi gituan doang," gumam (Namakamu) dengan pelan.
Napas Iqbaal mulai memburu saat sudah berapa sayatan di lengan, perut, dan kakinya terkena pisau. Ia lelah. Saat ia kembali diserang, salah satu dari teman Candra terlempar jauh ke jalan. Iqbaal membolakan kedua matanya saat melihat teman Candra itu tertendang jauh.
"Emang nggak bisa diomongin baik-baik? Coba sini diskusi dulu," ucap (Namakamu) bak hakim.
"BACOT!" teriak teman-teman Candra dengan marah.
(Namakamu) menendang kembali salah satu teman Candra dengan kuat, lalu ia menghindar dari teman Candra yang lain dengan lihai kemudian ia menangkap tangan teman Candra itu, lalu ia putar ke belakang punggung.
KRIEK!
Tangannya ia buat patah, dan (Namakamu) menendangnya hingga menimpa Candra. (Namakamu) memasang kuda-kudanya, teman Candra tersisa dua.
(Namakamu) tersenyum sembari mengundang teman Candra untuk menyerang dahulu. Dan dengan cepat pula kedua teman Candra menyerang (Namakamu), (Namakamu) kembali menghindar dengan cepat pula.
Ia menendang punggung salah satu teman Candra itu, lalu dengan cepat pula ia melayangkan tendangan ke arah kelamin ke teman Candra yang lain.
Mereka terjatuh kesakitan bahkan sampai terantuk dengan aspal. (Namakamu) melihat pisau kecil itu tergeletak begitu saja, ia mengambilnya dan menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Kalau mau kelahi jangan main keroyokan. Nih juga, ngapain bawa pisau? Mau motong sayur lo pada?! Main pisau segala," ucap (Namakamu) sembari melempar pisau itu ke sembarangan arah.
Iqbaal tidak menyangka bahwa ada perempuan sehebat itu dalam berkelahi. Ia menatap (Namakamu) dengan terpesona, ia terlihat semakin cantik dengan rambut yang diikat itu namun berkeringat hingga helaian rambutnya menempel di pipinya yang berona merah.
"SI-SIAPA, LO?!" teriak Candra dengan sedikit takut.
(Namakamu) menunjukkan name tag-nya. "(Namakamu) Aprilliana. Bisa baca, kan?"
Iqbaal bersedekap dada dengan tatapannya ke arah (Namakamu), ia tersenyum melihat tingkah gadis itu.
"Dah deh, mending lo semua pulang, mandi, obati luka-lukanya, terus tidur. Oke? Bye!"
Iqbaal melihat (Namakamu) pergi meninggalkan tempat kejadian dengan santainya. Ia semakin tertarik oleh gadis itu. "(Namakamu) Apriliana."
**
Bersambung
By: Minrik

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
FanfictionMeeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control. "Kalau lo jadi pacar gue, gue jamin, hidup lo bahagia!" Ucap Iqbaal dengan penuh keyakinan. "Dih, siapa lo? SELEBGRAM?!" hina (Nama...