15

1.5K 349 43
                                    

'Seseorang pernah berkata, "sejahat-jahatnya seorang pria, dia akan berubah karena seorang wanita yang mengetuk hatinya. Entah dengan cara apapun itu, pria itu akan berubah demi seorang wanita." '

**

(Namakamu) berjalan memasuki gerbang sekolahnya. Ia berjalan sendiri dengan buku-buku di dalam pelukannya. Langit sedikit mendung, pagi ini tidak secerah pagi yang lalu.

"Eh, Iqbaal datang!"

"Tumben naik mobil."

"Eh, iya dong. Tumben banget Iqbaal naik mobil, pakai supir pula."

"Iya, ya."

"Biasanya suara motor dia kedengaran banget."

(Namakamu) mendengar suara-suara gadis-gadis sekolahnya yang membicarakan tentang kedatangan Iqbaal. Iqbaal disambut dengan senyuman manis oleh mereka. (Namakamu) membalikkan badannya, dan ia melihat Iqbaal baru turun dari mobil itu dengan tas ransel hitamnya yang ia sandang satu.

Iqbaal mulai berjalan meninggalkan mobil itu. Rambutnya sedikit berantakan, seragam sekolahnya yang tidak rapi pada umumnya, dan dasi yang belum terpasang rapi juga.

Iqbaal berjalan dengan ketidakpeduliaannya kepada sekitarnya.

(Namakamu) untuk pertama kalinya memberhentikan langkah kakinya untuk laki-laki itu. Dan, tatapan mereka bertemu untuk pertama kalinya. Ada sesuatu yang menghalangi mereka, sebuah dinding kokoh yang pantang untuk dirobohkan.

'Tetapi ada pertanyaan dari seorang anak remaja yang menghampiriku. "Tapi, kalau perempuan yang membuat laki-laki itu mau berubah mengecewakannya, apa yang terjadi kepada laki-laki itu?" tanya anak remaja itu dengan polosnya kepadaku. Aku menatap anak remaja itu dengan senyuman, "mungkin lebih jahat lagi?" jawabku dengan senyuman.'

(Namakamu) untuk pertama kalinya memberikan senyuman tulus itu kepada Iqbaal. Dan Iqbaal, untuk pertama kalinya mengabaikan senyuman manis itu. Ia memutuskan tatapan mereka, dengan semua rasa yang ia miliki untuk gadis itu, ia berjalan meninggalkan (Namakamu).

(Namakamu) melunturkan senyumannya kepada Iqbaal, ia diabaikan oleh Iqbaal. Iqbaal melewati dirinya tanpa ada sapaan seperti biasanya.

' Aku melihat anak remaja itu tidak puas dengan jawabanku. "Kok gitu, sih? Berarti laki-laki itu tidak benar-benar berubah!" Aku mendengar ucapan kesal dari anak remaja itu. Aku menepuk lembut puncak rambut anak remaja itu, "itu adalah tahap cara manusia untuk mendewasakan dirinya. Di terbangkan sampai ke langit ke tujuh, lalu dijatuhkan tanpa ada alasan. Sakit? Ya, tentu saja. Tapi, karena rasa sakit itu kita disadarkan bahwa jangan jadikan manusia sebagai tempat kita untuk berubah." '

"Kenapa dengan Iqbaal?" tanya (Namakamu) sembari menatap punggung tegap itu dengan hatinya yang ia rasakan sedikit sakit.

Iqbaal berjalan dengan wajahnya yang dingin. Untuk pertama kalinya, ia merasakan patah hati kepada seorang perempuan.

**

(Namakamu) memasuki toilet sekolahnya, ia hendak mencuci tangannya. Saat ia baru saja memasuki toilet itu, ia melihat Zidny baru saja keluar dari sebuah ruangan toilet itu. Zidny berjalan begitu saja dengan santainya. (Namakamu) pun berjalan menuju wastafel, begitu juga dengan Zidny.

Cermin di depan mereka, dua keran air pun menyala. Zidny mencuci tangannya, begitu juga dengan (Namakamu).

"Gimana kabar hubungan lo dengan Iqbaal, (Namakamu)? Udah pacaran?" tanya Zidny seakan-akan masalah di antara mereka itu tidak ada.

(Namakamu) masih mencuci tangannya dengan bersih. "Dari awal gue juga nggak ada hubungan dengan dia," balas (Namakamu) dengan pelan.

Zidny mematikan keran itu, lalu mulai mengeringkan tangannya. "Oh,ya? Tapi kok keliatannya lo kecewa, ya? Mulai suka sama Iqbaal? Ya, wajar sih. Iqbaal juga ganteng, apalagi selama ini dia baik banget sama lo. Harusnya udah pacaran," lanjut Zidny yang mulai merapikan rambutnya.

(Namakamu) mematikan keran air itu, lalu menghela napasnya. Tatapannya kini ke arah Zidny. "Lo sekarang mau apa dari gue, Zee?" tanya (Namakamu) to the point.

Zidny tertawa kecil, ia mulai mengeluarkan bedaknya, lipgloss dan parfumnya. "Lho? Gue kan cuma ngajak bicara. Kita kan teman, (Namakamu) atau sekarang kita masih musuhan?" balas Zidny dengan santainya.

(Namakamu) menatap Zidny dengan tidak mengerti. Zidny mulai melapiskan wajahnya dengan bedak itu. "Demi apapun yang terjadi, lo berubah total, Zee. Gue nggak kenal lo," ucap (Namakamu) dengan tatapannya ke arah Zidny.

Zidny menaikkan kedua bahunya. "Gue? Berubah?" Zidny menutup bedaknya, dan kini menatap (Namakamu) melalui cermin yang ada di depannya ini. "Kenapa, (Namakamu)? Lo merasa tersaingi? Oh iya lupa, lo kan udah merasa bisa nakluki Iqbaal. Jadi, mulai lah tumbuh bakat baru menilai orang berubah. Boleh juga si Iqbaal pengaruhnya."

(Namakamu) menggelengkan kepalanya pelan, ia tidak mau lagi melanjutkan pembicaraan ini. Ia meninggalkan Zidny agar terhindar dari perkelahian.

"Kenapa keluar cepat, pacar Iqbaal? Mau cari Iqbaal untuk pembelaan?" ucap Zidny dengan lantang.

(Namakamu) memberhentikan langkah kakinya, Zidny menatap (Namakamu) dengan bencinya. "Nyesal gue berteman sama lo. Munafik!" lanjut Zidny dengan rasa bencinya.

(Namakamu) membalikkan badannya menatap Zidny, ia memajukan langkah kaki mendekati Zidny.

PLAK!

(Namakamu) menampar Zidny dengan kuat. Zidny terkejut.

"Seburuk-buruknya permasalahan di antara kita. Nggak seharusnya lo bicara seakan-akan pertemanan kita ini berdosa besar! Lo tahu prinsip gue apakan? Gue nggak akan pernah mengajak perempuan berkelahi, kecuali dia keterlaluan. Gue bisa aja menghantam lo dengan tangan gue, tapi lo bukan tandingan gue. Ngerti?" Dan (Namakamu) meninggalkan Zidny dengan pipinya yang perih.

Zidny melihat kepergian (Namakamu) dengan rasa bencinya.

"ANJING LO (NAMAKAMU)! GUE BENCI SAMA LO! DASAR PEREMPUAN MUNAFIK!" teriak Zidny dengan begitu bencinya.

"Lo lihat aja makin gue buat lo sengsara, dan menderita!" Dendam Zidny.

**

BERSAMBUNG


BY: Minrik

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang