Zidny melihatnya, melihat Iqbaal ada disana kala (Namakamu) menangis.
Kenapa?
Bukankah seharusnya pria itu membenci (Namakamu)?
Bukankah seharusnya saat ini (Namakamu) sendirian dan tak memiliki siapapun?
Lalu, kenapa?
Zidny menggepalkan tangannya, dia tidak bisa menerima ini semua. Ini tidak adil. Kenapa hanya dia yang merasakan sakit?
Zidny menahan sesak didadanya, dia kemudian berlari menuju toilet dan menutup pintu toilet seraya menahan tangisnya.
Zidny memutuskan untuk menghubungi Laura. Kalau cara lembut tidak bisa membuat (Namakamu) sadar, maka Zidny akan memilih cara kasar.
'Ya?'
"Iqbaal... dia kayaknya nggak peduli sama rumor itu, dia tadi ada di dekat (Namakamu) saat (Namakamu) nangis."
'APA?'
"Kita nggak bisa diam aja, kan? Gue nggak mau (Namakamu) bahagia, dia harus menderita."
'Lo benar... tapi, gimana caranya?'
"Pertama kita suruh orang gertak dia, pukul dikit nggak masalah asal gak luka parah. Kalau nggak mempan juga, kita culik dia, kita sekap dan buat dia sadar kalau apa yang dia lakuin selama ini tuh benar-benar ngerugiin dirinya sendiri. Gimana?"
'OK, gue setuju.'
Zidny menurunkan ponselnya, dia tidak lagi ingin menangis. Kini hanya ada rasa marah, kesal dan cemburu yang mendominasi di dalam hatinya.
Tak ada lagi belas kasihan, (Namakamu) harus merasakan rasa sakit yang dia rasakan.
*
(Namakamu) memutuskan untuk pergi ke supermarket, tadi Mama bilang beliau butuh gula. Jadi, (Namakamu) menawarkan diri untuk pergi membeli.
(Namakamu) tidak membeli banyak, hanya gula dan beberapa cemilan.
(Namakamu) ingin menghibur dirinya sendiri dengan memakan makanan ringan sambil menonton film lucu. Ya, membayangkannya saja sudah membuat mood kembali.
(Namakamu) membayar semua barang belanjaannya di kasir, dia kemudian keluar dari supermarket seraya membuka satu cemilannya.
Makan sambil berjalan konon katanya tidak baik, tapi (Namakamu) sudah terbiasa. Daripada bengong saja, kan?
(Namakamu) mencicipi cemilannya dengan tenang, tidak sampai tiba-tiba tangannya di tarik dan snack yang dia pegang berserakan.
(Namakamu) terkejut saat dirinya di seret menuju gang sempit oleh seorang laki-laki, laki-laki itu terlihat menodongkan telunjuknya.
"Lo jangan macem-macem, jangan teriak, atau lo gue pukul!"
(Namakamu) menahan dirinya untuk tidak balas berteriak, "Lo siapa?" tanya (Namakamu).
"Gue di bayar untuk ngingetin ke lo, kalau lo harus jauhin cowok yang namanya Iqbaal. Kalau enggak, lo bakal tau akibatnya."
(Namakamu) terdiam, dia tidak menyangka kalau Zidny akan berbuat sejauh ini.
Zidny yang dia kenal tak seperti ini, masa hanya demi laki-laki dia berani berbuat sejauh ini? Zidny sudah gila!
"Jangan macem-macem," (Namakamu) menatap sekitarnya, "gue bakal teriak."
Plak!
(Namakamu) menyentuh pipinya yang di tampar oleh laki-laki itu. "Kan, gue udah bilang kalau lo mau teriak bakal gue tampar! Masih nggak ngerti juga?"
(Namakamu) menyentuh pipinya yang di tampar, dia tidak pernah menerima tamparan dari seseorang sebelumnya.
Jadi, dengan perasaan kesal menggebu-gebu. (Namakamu) menendang kemaluan pria itu dan berlari keluar dari gang.
"Tolong! Tolong! Saya mau di cabuli! Tolong!"
Segera pria itu berlari ke arah berlawanan sedangkan beberapa orang yang lewat mengejarnya, ada pula yang menghiburnya dan mengatakan kalau semua baik-baik saja.
(Namakamu) masih tidak menyangka, Zidny sangat kelewatan batas!
*
(Namakamu) masih tetap datang ke sekolah. Selain tak ingin membuat Papa dan Mama cemas karena ia membolos, (Namakamu) akan tetap mempertahankan pendidikannya yang utama.
Orang-orang masih gemar membicarakannya yang tidak-tidak, tapi kali ini (Namakamu) lebih memilih tutup telinga.
Biarkan orang berkata apa, walaupun hatinya sakit dan dia berteriak ke arah mereka. Orang-orang itu tak akan berhenti mengatainya.
"Sendirian?"
(Namakamu) yang sedang memakan bekalnya menoleh, dia terkejut saat melihat Iqbaal ada di taman belakang padahal tempat ini sepi.
"Lo kok disini?"
"Tadi lihat lo jalan kesini, ya usah, gue ikutin." Jawab Iqbaal.
Kalau Iqbaal tau semua yang dia alami ini karena pria itu, apa yang akan Iqbaal katakan, ya?
Iqbaal dan (Namakamu) menyantap makanan mereka dalam diam, hingga pada akhirnya (Namakamu) menatap Iqbaal.
"Makasih."
"Untuk?"
"Ada di sini." Jawab (Namakamu).
Sesederhana itu ungkapannya, tapi Iqbaal tidak dapat mengelak debarannya. Mau Iqbaal tolak berulang-ulang kali pun, ia tetap saja sudah jatuh hati pada sosok didepannya.
Sementara itu, ada orang lain yang sedang mengamati mereka seraya menggenggam telfon.
"Kita jalani rencana kedua."
*
Bersambung
By: Venapz
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
FanfictionMeeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control. "Kalau lo jadi pacar gue, gue jamin, hidup lo bahagia!" Ucap Iqbaal dengan penuh keyakinan. "Dih, siapa lo? SELEBGRAM?!" hina (Nama...