(Namakamu) menatap minuman di lemari pendingin, dia berpikir sejenak akan membeli apa sebelum pada akhirnya pilihannya jatuh ke minuman ion.
"Lo... cewek yang waktu itu?"
(Namakamu) menoleh, dia membulatkan matanya saat melihat Candra—cowok yang waktu itu menghajar Iqbaal dengan tidak kerennya, karena membawa teman.
"Lo cowok banci yang beraninya keroyokan itu, kan!"
Candra merotasikan matanya, "Gue ngelakuin itu juga karena ada alasannya kali."
"Oh, ya?" (Namakamu) bersedekap dada, "Alasan apa sampai-sampai lo beraninya keroyokan gitu?"
Candra menghela, "Nggak enak ngobrol sambil berdiri," Candra melihat meja dan bangku kosong di depan supermarket. "Gimana kalau kita duduk disana?"
(Namakamu) mengikuti arah pandangan Candra, lalu kemudian mengangguk. "OK, tapi gue bayar ini dulu, ya?"
Candra ngangguk, pria itu lebih dulu keluar dari supermarket dan duduk di bangku sembari menunggu (Namakamu).
Tanpa mereka sadari, ada dua orang perempuan yang berada tak jauh dari supermarket itu.
"Candra."
Zidny menoleh, "Siapa?"
"Mantan gue."
Zidny mengikuti arah pandangan Laura, lalu dia terkejut saat melihat (Namakamu) ada di sana. "Memang benar-benar gatal itu cewek." Seru Zidny.
Laura menganggukkan kepalanya, "Anehnya dia dekatin semua mantan gue, bikin kesal."
"Mereka ngomongin apaan?" tanya Zidny.
Laura terkekeh, "Paling soal berapa harga tubuh (Namakamu). Kan, cewek murahan dianya."
Zidny ikut tertawa.
*
"Jadi, apa alasan lo ngehajar Iqbaal dengan tidak kerennya itu?" tanya (Namakamu).
"Iqbaal udah rebut cewek gue dari gue," seru Candra, "nama cewek gue Laura dan gue gak terima fakta itu."
(Namakamu) bersedekap dada, membiarkan Candra berbicara tanpa ada niat memotongnya.
"Iqbaal itu cowok nggak benar, seharusnya lo nggak bantuin dia hari itu. Apa jangan-jangan lo juga salah saru cewek mainan dia?" tanya Candra.
(Namakamu) tertawa, "Ngaco lo! Lagian nih ya, gue dan Iqbaal itu nggak ada hubungan apa-apa. Hari itu gue nolongin dia murni karena gue takut dia mati dan gue harus ikut sumbangan duit, gue bokek."
Candra terkekeh kecil, "Alasan yang lucu."
(Namakamu) menghela. "Walaupun begitu, lo nggak seharusnya main keroyokan. Itu sangat nggak keren."
Candra menatap (Namakamu), "Gue mau move on. Gimana kalau kita—"
"Nggak."
Candra berdecih, "Belum juga ngomong."
"Ya pokoknya kagak."
Candra menganggukkan kepalanya, "OK."
Candra melihat ada sesuatu di rambut (Namakamu), dia kemudian menunjuknya. "Noh, di rambut lo ada sesuatu."
"Mana?"
"Itu."
"Mana sih?"
Candra gemas sendiri, jadi dia memajukan badannya dan mengambil sebuah daun kecil yang jatuh di rambut (Namakamu).
"Ini loh, tangan lo kemana-mana."
"Ohhh."
"Ya udah, gue duluan ya." Candra bangkit dari duduknya, dia kemudian menatap jam tangannya. "Bye."
*
"Lo udah ambil fotonya?" tanya Zidny.
Laura ngangguk, "Dari sudut pandang ini akan terlihat seakan Candra tuh lagi ciuman sama (Namakamu) padahal nggak."
Zidny menatap Laura, "Lo taukan harus apa?"
"Yap."
To : Iqbaal
[send a picture]
"Ini baru awal, kita lihat aja gimana kedepannya." Laura terkekeh, "Gue nggak akan biarin (Namakamu) menang semudah itu."
Zidny mengangguk, "Gue juga."
*
Ting!
Iqbaal menggerutu, "Anjing, lagi main game juga."
Iqbaal menyelesaikan gamenya, lalu dia membuka pesan dan melihat nama Laura. "Lah, ngapain ini cewek ngirim gambar."
Iqbaal membuka gambar itu, kemudian dia tertegun. Oh, jelas dia tau siapa perempuan di foto itu. Iqbaal sudah tau bentuk tubuh (Namakamu) dari sisi manapun.
Iqbaal terkekeh sumbang, "Gue kira dia beda, ternyata dia dan cewek lain tuh sama aja."
*
BERSAMBUNG
BY: VENAPZ
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
FanfictionMeeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control. "Kalau lo jadi pacar gue, gue jamin, hidup lo bahagia!" Ucap Iqbaal dengan penuh keyakinan. "Dih, siapa lo? SELEBGRAM?!" hina (Nama...