(Namakamu) kembali menunggu bis-nya di halte ini. Ia memainkan kedua sepatunya dengan lagu yang ia dengarkan lewat earphone-nya. Mengikuti alunan musik yang membuatnya betah untuk menunggu kedatangan bisnya sendirian.
Namun, tiba-tiba saja sebuah minuman dingin kini ada di hadapannya. (Namakamu) terkejut, dan segera mengalihkan pandangannya ke arah tangan itu.
"Iqbaal, dari mana tahu gue di sini?" tanya (Namakamu) yang membuka earphone-nya.
Iqbaal memberikan minuman itu dengan senyumannya. Belakangan ini Iqbaal lebih banyak tersenyum kepada gadis di hadapannya ini. "Kan setiap pulang sekolah selalu nunggu di sini. Daripada sendirian, mending gue yang temani lo," balas Iqbaal sembari menatap (Namakamu).
(Namakamu) tertawa kecil, lalu mencoba membuka tutup botol minuman itu. "Tapi, makasih ya minumannya," ucap (Namakamu) yang masih membuka tutup botol minuman itu.
Iqbaal segera mengambil itu, dan mulai membantu untuk membukanya. Kembali, ia memberikannya kepada (Namakamu). (Namakamu) mulai meminumnya sedikit.
Iqbaal masih dengan tatapannya ke arah (Namakamu). Ia betah menatap gadis itu, tidak ada rasa bosan di dirinya.
"(Namakamu)."
"Iya."
"Gue suka sama lo. Lo mau jadi pacar gue?"
(Namakamu) tertawa kembali sembari memukul lengan Iqbaal yang sedikit berotot itu. Iqbaal hanya menatap (Namakamu) yang tertawa.
(Namakamu) tidak melihat Iqbaal tertawa, dia pun menghentikan tawanya. (Namakamu) menutup botol minumannya kembali, lalu menatap Iqbaal dengan saksama.
Iqbaal tetap menanti jawaban itu.
"Lo sakit?" tanya (Namakamu) sembari memeriksa suhu tubuh Iqbaal dengan punggung tangannya.
Iqbaal menatap (Namakamu) dengan tangannya mengusap pipi (Namakamu) yang berona merah itu lembut. "Gue akan melakukan apapun supaya gue bisa lihat lo tersenyum terus ke gue. Gue jatuh cinta dengan lo. Entah dari kapan, tapi makin hari, rasa sayang gue tumbuh semakin dalam untuk lo. Setiap hari gue mikir, seandainya gue bisa milikin lo, seandainya lo beda sekolah, seandainya dan seandainya.. selalu itu yang ada dibenak gue. Dan, makin lama gue bertanya dan menahan perasaan ini, semakin gue jatuh hingga sedalam ini."
Tin
Tin
Tin
(Namakamu) mengerjapkan kedua matanya, dan Iqbaal segera melepaskan usapan itu dengan tatapannya masih mengarah kepada gadis itu. (Namakamu) melihat bisnya sudah datang.
Iqbaal berdiri dari duduknya begitu juga dengan (Namakamu). (Namakamu) masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi.
Bis pun akhirnya berhenti di depan halte, pintu bis terbuka. (Namakamu) menunggu penumpang yang lain turun terlebih dahulu. Tatapannya mengarah kepada kedua sepatunya.
Iqbaal memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, ia akan menunggu di sini sampai (Namakamu) pergi dahulu.
Setelah penumpang turun, (Namakamu) mulai berjalan menuju bis itu. Namun, langkah kakinya terhenti, ia membalikkan badannya mengarah kepada Iqbaal. Iqbaal menyambutnya dengan senyumannya.
"Maaf, gue nggak bisa terima perasaan lo. Banyak yang lebih menginginkan cinta lo. Jangan taruh perasaan itu ke gue, karena gue lebih nyaman lo menjadi Iqbaal sekarang bukan Iqbaal yang akan datang nanti. Gue pergi," dan (Namakamu) pun pergi memasuki bis itu dengan semua perkataan itu.
Iqbaal terdiam, tetapi matanya tetap mengikuti (Namakamu) yang mencari posisi duduk dekat dengan jendela. Ia ingin melihat gadis itu aman dan nyaman di dalam bis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
FanfictionMeeting you was fate, becoming your friend was choice, but falling in love with you was completely out of my control. "Kalau lo jadi pacar gue, gue jamin, hidup lo bahagia!" Ucap Iqbaal dengan penuh keyakinan. "Dih, siapa lo? SELEBGRAM?!" hina (Nama...