Perihal diam atau melanjutkan perjalanan adalah pilihan. Terkadang saya dipaksa memilih keduanya. Aliran waktu membuatnya seperti itu.
Satu kesempatan, saya memilih diam bukan karena sudah tak sayang. Bukan juga karena saya berhenti memperjuangkan. Melainkan rasa payah yang teramat dalam. Rasanya tubuh ini ingin beranjak pulang dan menghilang.
Namun, di lain kesempatan kaki ini memaksa bergerak. Membopong tubuh menuju tempat yang sesak. Entah masih ada ruang tersisa atau tidak, yang pasti saya mencoba melewatinya. Melesat dan semakin tersesat.