Prolog

172 23 7
                                    



Untuk Anita
• Prolog •


Now playing : the one that got away - Katy Perry

Now playing : the one that got away - Katy Perry

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



12 Januari 2022
Yogyakarta, Indonesia.

Ruang kerja sebuah kamar apartemen yang terletak di lantai delapan belas tampak terang, empat bohlam lampu yang menggantung di langit-langit sengaja tidak dimatikan oleh penghuninya.  

Laki-laki itu melangkah mendekati dinding kaca dan membiarkan matanya menilik langit malam yang bersih. Benar-benar tidak ada satu pun bintang yang berpendar, membiarkan bulan sendirian.

Ya ... sendirian. Sudah berapa lama dia mendekam dalam sepi? Hampir dua tahun, kalau hitungannya tidak salah.

Yogyakarta masih sama, tidak ada yang berubah. Sejak awal dia menginjakkan kaki ke kota ini hingga sekarang hampir seperempat abad usianya ia habiskan di kota pelajar. Banyak sekali yang terjadi tiga tahun yang lalu. Mulai dari hal-hal yang menyenangkan, menyedihkan bahkan juga memilukan telah berlangsung.

Ia melipat tangan di depan dada, sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari bulan nun jauh di sana. Meresapi sebuah rasa yang tak jua hilang walau kenyataannya ... yang seharusnya menjadi tempat berlabuh atas perasaan itu telah pergi. Rasanya masih sama, tidak berkurang barang sedikit pun.

Andaikan saat itu dia mengambil tindakan lebih cepat dari yang seharusnya, perasannya tidak akan kehilangan tuan.

Andaikan dia mengungkapkan jauh sebelum hari itu datang, ia tak akan terjebak dalam jerat asa penuh lara seperti saat ini.

Andaikan dia bisa meyakinkan gadis itu untuk tetap tinggal dalam dimensi yang sama, tuan dari segala rasa yang ia punya tak akan lenyap dari pandangan mata.

Andaikan. Andaikan. Andaikan.

Untuk sekarang, tak ada lagi kata yang ingin ia ucapkan selain pengakuan bahwa dia amat menyesal. Lebih dari yang diketahui semua orang, lukanya bukan hanya satu dua goresan.

Laki-laki itu memendam ratusan bahkan ribuan cedera afeksi, yang diam-diam berusaha ia pendam sedemikian rupa agar tak diketahui semua orang. Menahannya sekuat tenaga untuk tidak terlihat lemah.

Namun dia bukan dewa atau juga malaikat, ia hanya manusia biasa yang tak mungkin kebal terhadap seluruh jenis rasa sakit yang mendera. 

Perlahan sesak itu menggerogoti relung hatinya, terhitung yang ke sepuluh untuk hari ini.

Laki-laki itu mundur beberapa langkah hingga menabrak dinding, detik demi detik berlalu. Tubuhnya kian meluruh ke lantai bersamaan dengan hela napas kasar yang keluar dari bibirnya.

"Seharusnya aku bisa menahan kamu untuk tetap hidup, seharusnya aku bisa melindungi kamu dari semuanya ... tapi kenapa aku enggak berhasil melakukannya saat itu?! Demi Tuhan, aku sayang kamu!"

Seperti malam-malam lalu yang dilampauinya, laki-laki itu menghabiskan detik-detik berakhirnya hari dengan seluruh rasa sesal yang membumbung tinggi memenuhi dirinya.

🍁🍁🍁

🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Heyyo, ketemu lagi sama aku checkkk😂🤣
Yang udah baca cerita aku sebelumnya, yok pindah lapak dulu mulai sekarang wkwk😂 karena kali ini cerita ku lahir di sini.
Gimana prolog nya?
Makasih udah mau mampir buat menjenguk Anita hehe, jangan lupa vote dan comment ya✨
Share ke temen-temen kalian juga boleh wkwk😂
Kalo mau ngobrol dan kenal lebih dekar sama aku, ke sini :
Ig : @Febryputric_
Twitter : @piggiefeels
Thank you, see you in the next chapter ❤️
Febryputric

Untuk AnitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang