Untuk Anita
• Lembar Dua Puluh - Jumpa •Jika ditanya apa hari kebahagiaannya, maka Anita akan menjawabnya dengan hari Sabtu. Entah apa yang dia mimpikan semalam, tiba-tiba saja Abercio memberinya pizza —makanan favoritnya— dan juga pelukan hangat. Menurut Anita itu benar-benar hal yang luar biasa menggembirakan.
Sore ini, dia harus mengerjakan mandat dari sang Papa.
"Pa, An—"
"Iya, sayang. Papa tahu kamu berhasil menjadi the golden talent, kan? Papa bangga sama kamu, An." Abercio kembali menarik putrinya ke dalam dekapan.
Anita menggigit bibir supaya isak tangisnya tidak terdengar, tapi tetap saja tidak bisa. Punggungnya bergetar dalam hangat peluk sang Papa.
Abercio menyudahi pelukan mereka, laku tersenyum. "Tapi sayangnya ... itu belum cukup membuat Mamamu percaya," katanya.
Kedua alis Anita bertaut. "Maksud Papa?" Gadis itu mengurai pelukannya dengan Abercio. "Mama enggak percaya? Maksud Papa? Anita enggak paham," sambungnya.
"Mama kamu enggak percaya kalau keberhasilan kamu benar-benar murni karena usaha kamu sendiri." Karena melihat raut wajah putrinya yang murung, Abercio menghela napas. "Tapi kamu enggak perlu khawatir, An. Papa bisa bicara sama Mama kamu nanti," katanya.
"Sepertinya enggak perlu, Pa. Biar Anita sendiri saja yang bicara sama Mama, mungkin besok, atau ... besoknya lagi." Anita menipiskan bibirnya dan tersenyum kecut.
Sejak awal ia sudah menduga bahwa akan ada opini seperti itu tentangnya. Kemudian jika sekarang terdengar olehnya, itu bukan sesuatu hal yang mengejutkan.
Abercio tersenyum memandangi putrinya. Setelah mendengarkan suara Anita setelah sekian lama, hatinya terasa menghangat. Menyadarkannya seberapa lama ia tak bertegur sapa dengan sang anak. Meski terlihat telah menerima Anita, rasa percayanya terhadap gadis itu belum sepenuhnya. Sama seperti Istrinya.
"Papa ada sedikit cara yang bisa membantu kamu membuktikan bahwa keberhasilan kamu adalah benar karena usahamu sendiri."
Anita sontak menatap sang Papa. Matanya menubruk iris coklat terang yang diturunkan padanya dengan kesungguhan, berharap sang Papa segera memberi tahu.
"Mungkin ini sedikit jauh dari apa yang kamu pelajari di sekolah, tapi Papa tidak punya cara lain lagi. Jadi Papa harap kamu bersedia membuatkan satu proposal perusahaan yang nantinya harus kamu presentasikan di depan client."
Kedua bola mata Anita terbuka lebar. "It's not a difficult thing!" pekiknya riang.
Tentu tidak sulit karena Anita bergabung ke dalam ekstrakurikuler ekonomi di sekolahnya. Beberapa hal tentang pengaturan perusahaan sudah diketahuinya. Maka ketika Abercio memintanya membuat proposal pengajuan untuk menarik investor, gadis itu langsung menyetujuinya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Anita
Teen FictionBagi Anita, hidupnya sudah terlalu rumit, masalah yang menghimpitnya dari segala arah seakan-akan membuatnya kesusahan untuk hanya sekedar bernapas. Gadis itu dituntut mampu menyetarakan perbandingan yang ada di antara dirinya dan sang kakak kembar...