Lembar Tujuh - Kekecewaan

18 4 0
                                    

Untuk Anita
• Lembar Tujuh - Kekecewaan •

Untuk Anita• Lembar Tujuh - Kekecewaan •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yogyakarta
25 Januari 2020

Anita menatap langit malam yang sepi, tidak ada bintang sama sekali. Atau sebenarnya ada, tapi sengaja tidak menampakkan wujud.

Entahlah, semua terasa sangat berat baginya. Sejak insiden sesak napas yang dialami Brahma ketika bersamanya, Anita semakin merasa tidak terlihat di ranah keluarganya sendiri. Semua orang terkesan menjauh darinya, tidak peduli sama sekali.

"Eyang bilang, eyang sayang sama Anita. Tapi kenapa eyang juga ikut membiarkan Anita sendirian sekarang?"

Ingatannya berputar kembali pada sore ketika Brahma memberitahunya tentang sesuatu, yakni hal yang bisa membuat Ayudia dan Abercio menyayanginya. Kala itu semuanya terasa sangat tidak memungkinkan, mengingat usaha yang pernah dia lakukan untuk menjadi the winner of golden talent tahun lalu. Bahkan baru mencapai seleksi tahap pertama, Anita sudah tersisihkan. Hatinya harus ikhlas ketika pada hari pengumuman, Vina adalah kandidat yang lolos di angkatannya.

Namun sampai pada hari ini, Anita tak pernah berhenti berusaha untuk bisa mendapatkan posisi tersebut. Ia menepis segala ketidakmungkinan yang bisa saja terjadi, dan semua itu berkat Stella.

Barangkali itu adalah bukti bahwa Tuhan masih menyayanginya, Stella datang bak bidadari penolong. Guru muda itu mengantarkan Anita pada sebuah keyakinan.

"I was also young, Anita. I know the problems that occur with teenagers like you."

"Jadi kalau kamu berusaha menutupi itu semua dari saya, percuma."

Setelah Stella berkata demikian, Anita merasa seperti 'mungkin bercerita pada orang lain bisa membuatnya sedikit lega.' Maka akhirnya, dia membagi beban itu pada Stella.

"Saya enggak tahu apa kesalahan saya sampai dunia membuat saya seolah-olah enggak berguna untuk orang lain, Bu. Disaat saudara kembar saya mendapatkan semuanya, saya enggak tahu kenapa satu dari sekian banyak keberuntungan itu sama sekali enggak ada yang memihak pada saya."

Usai berkata demikian, Anita memejamkan mata erat-erat untuk meredam gejolak emosi di dalam dirinya. Kedua tangannya saling meremas di atas paha.

"Jangan diceritakan di sini. Kita ketemu lagi di alun-alun kidul nanti malam, bagaimana?"

Anita sungguh merasa beruntung. Dimulai sejak malam itu, perlahan semua terasa mudah baginya. Stella menemaninya berjuang mendapatkan apa yang ingin ia raih. Terhitung hampir tujuh bulan Anita menjalani pembelajaran privat bersama Stella. Semua itu atas paksaan Stella sendiri, bukan permintaan Anita.

"Kamu yakin enggak mau ikut makan malam di bawah? Mama masak taco khas Amerika, lho."

Anita enggan memutar tubuh ketika tahu suara itu milik siapa. Dia sungguh tak ingin diganggu malam ini. Maka dari itu, sebisa mungkin ia menjauhi semua orang demi melindungi hatinya sendiri. Ia tak mau merasa tertekan, malam ini saja.

Untuk AnitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang