Untuk Anita
• Senjana, Bima, dan Ravi •
Ketika dia turun dari mobil dan mulai melangkahkan kaki menuju ke lobi, suara teriakan seseorang terdengar memanggil namanya. Alhasil Anita berhenti dan memutar tubuh ke belakang.
"Please, tunggu aku."
Dahi Anita berkerut, dia tahu siapa gadis itu. Kalau tidak salah namanya Senjana, teman
sebangkunya di kelas. "Kenapa?"Senjana mendongak dengan muka kelelahan. "Ya tunggu, ke kelasnya berdua."
Satu alis Anita menukik tajam ke atas, merasa aneh dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
Senjana. Kenapa ke kelas saja harus bersama?"Nah, sudah. Ayo ke kelas." Senjana sudah terlihat lebih baik dari yang tadi, napasnya juga sudah stabil. Gadis itu berjalan mendekati Anita kemudian menautkan kedua tangan mereka
Jujur saja Anita merasa kaku, aneh dengan genggaman tangan Senjana yang terasa hangat. Diamdiam di berpikir, apakah pelukan Abercio dan Ayudia juga akan sehangat ini? Atau malah lebih?
"Aduh!"
Anita terhuyung ke belakang dan jatuh, begitu juga Senjana yang tidak melepaskan tautan tangan mereka. Keduanya mengangkat kepala untuk melihat pelaku yang menyebabkan mereka terduduk di
paving lapangan."Eh, maaf. Aku enggak sengaja." Cowok itu meringis. "Gara-gara kamu ini, Vi!" serunya sambil menatap cowok di belakangnya.
Anita segera bangkit lalu menepuk-nepuk bagian belakang rok sekolahnya, kemudian mengulurkan tangan untuk membantu Senjana berdiri.
"Dab ini bagaimana toh, jalan kok enggak lihat-lihat? Untung aku sama teman cuma jatuh duduk, kalau sampai pingsan gimana? Jalan kok sambil bercanda."
Anita melirik Senjana melewati ekor matanya, dia tidak menduga kalau teman sebangkunya termasuk orang yang cerewet. Maklum, mereka baru kenal seminggu ditambah lagi Anita yang memang tidak banyak bicara.
"Iya, aku minta maaf." Cowok itu menangkupkan dua tangan di depan dada.
Cowok yang satunya lagi ikut maju lalu melakukan hal yang sama. "Aku juga minta maaf, sebenarnya bukan salah dia sih."
"Ya emang bukan salahku!" sahut yang menabrak Anita dan Senjana.
Kedua gadis itu saling pandang, merasa sama-sama terjebak dalam perdebatan dua orang siswa yang tidak mereka kenal.
Siswa dengan mata sipit yang dituduh sebagai penyebab tabrakan kecil maju lagi beberapa langkah dan mengulurkan tangan pada Anita. "Ravindra, panggil Ravi saja enggak apa-apa. Kalau dia Bima," katanya sambil menunjuk Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Anita
JugendliteraturBagi Anita, hidupnya sudah terlalu rumit, masalah yang menghimpitnya dari segala arah seakan-akan membuatnya kesusahan untuk hanya sekedar bernapas. Gadis itu dituntut mampu menyetarakan perbandingan yang ada di antara dirinya dan sang kakak kembar...