Untuk Anita
• Lembar Enam - Reruntuhan Asa •Senjana kebingungan sendiri. Sejak datang sampai menjelang pulang, teman sebangkunya sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Anita hanya diam di bangkunya, ditanya enggan menjawab. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk memberitahu Bima. Menurutnya, cowok itu punya kepedulian yang tinggi pada Anita. Barangkali saja temannya bisa lebih membaik nanti.
Anda :
Bim, nanti sepulang sekolah bisa ke kelasku sebentar enggak? Anita mogok bicara dari tadi, enggak tahu kenapa."Anita ... kamu kenapa? Ada masalah? Kalau iya, ayo cerita sama aku. Aku akan mendengarkan sepanjang apa pun ceritanya, asal jangan kayak patung gitu, An."
Beberapa detik setelahnya, Senjana menghela napas pasrah. Anita masih tidak berkutik sama sekali. Pesan yang ia kirim pada Bima juga belum dibalas. Gadis itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Anita, kamu melamun?!"
Senjana menggoyang lengan temannya, membuat lamunan Anita buyar begitu saja. Gadis itu beralih menatap Senjana.
"Kenapa?"
"Kamu ketahuan sama Bu Stella."
Begitu mendengar nama Stella, kedua mata Anita membelalak lebar. Kepalanya langsung memutar ke depan dan bersitatap dengan sosok wanita berusia dua puluh enam tahun yang menatap penuh tanya padanya.
Tak kunjung mendapatkan jawaban, Stella menggerakkan tungkai menuju ke tempat duduk Anita. "Kamu melamun di pelajaran saya, Anita?" tanyanya.
Nada bicara yang kalem adalah satu dari sekian kelebihan Stella yang membuat banyak murid nyaman dan juga segan padanya.
"Maaf, Bu." Hanya itu yang bisa diucapkan oleh Anita.
Jujur saja dia takut Stella marah padanya. Wanita itu adalah satu-satunya guru yang selalu mendukung dirinya disaat guru-guru yang lain membanggakan Vina. Lantas jika Stella marah padanya, Anita harus merasa senang karena siapa?
Berkebalikan dengan ketakutan Anita, Stella malah tersenyum simpul. "Enggak apa-apa, nanti sepulang sekolah temui saya di ruangan."
🍁🍁🍁
"An, kamu sungguhan enggak apa-apa kalau ke sana sendiri?"
Anita menghela napas. Sejak ia menolak ditemani ke ruangan Stella, Senjana tidak berhenti menanyakan hal itu. Padahal sudah dijawab berkali-kali, dan jawabannya adalah 'tidak'.
"Tadi kan aku sudah bilang enggak apa-apa."
Senjana meringis, bukannya dia tidak punya telinga. "Iya sih, tapi aku takut kamu kenapa-kenapa."
"Kenapa-kenapa bagaimana maksud kamu? Bu Stella bukan kanibal, aku enggak akan dimakan." Anita kembali fokus memasukkan alat tulisnya ke dalam tas, mengabaikan tatapan Senjana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Anita
Teen FictionBagi Anita, hidupnya sudah terlalu rumit, masalah yang menghimpitnya dari segala arah seakan-akan membuatnya kesusahan untuk hanya sekedar bernapas. Gadis itu dituntut mampu menyetarakan perbandingan yang ada di antara dirinya dan sang kakak kembar...