Jingga 4. Prioritas untuk keluarganya

6.3K 432 4
                                    

Keluarga adalah rumah tempat kita kembali saat kita pergi kemana pun dan akhirnya kembali. Jadi, prioritasnya adalah keluarga. Hal yang utama bagi dirirnya.

**

Ayyara menutup pintu kamarnya, sambil menggosok-gosokkan rambut basahnya. Sore ini ia baru saja keramas. Dinginnya air masih terasa di kulit kepala Ayyara sendiri.

"Yara," panggil uminya sambil menghampiri menaiki anak tangga. Memang kamarnya berada di lantai dua.

Rumah mereka sederhana. Di atas ada dua kamar, kamar dirinya dan almarhumah kakaknya. Dan di bawah ada kamar tamu, kamar utama Ayah serta ibunya, ruang tamu yang tersambung dengan ruang keluarga, serta dapur yang juga tersambung dengan ruang makan.

Tidak luas, tapi cukup sederhana.

"Iya, Umi, kenapa?"

"Kamu warnain rambut?" tanya Uminya ketika melihatnya, dan melupakan pertanyaannya sendiri. Selalu seperti itu.

"Iya, Umi. Bagus nggak?" tanya Ayyara menaik turunkan alisnya, sambil memamerkan warna coklat terang warna baru rambut sebahunya.

"Bagus hitam Yara! Kamu ini." Uminya tidak setuju dengan apa yang dilakukan anaknya itu.

"Nggak ada larangan, kan, Umi. Ngewarnain rambut? Kecuali mewarnai dengan warna hitam, hmm?"

Uminya diam, lalu berbicara kembali. "Ngeles aja, kebiasaan. Kamu itu suka banget yang aneh-aneh, misalnya sering suka pake kutek."

Ayyara menampilkan senyuman gingsul khasnya, dengan lesung pipit dibawah kedua sudut bibirnya. Khas kecantikan anaknya, tapi kalau sudah kenal kenakalannya uminya bisa sambil geleng-geleng.

"Selagi gak keluar dari syariat Islam gak apa-apa kan, Umi? Lagian kalau Yara pake kutek, itu lagi halangan aja Umi."

"Kemarin kamu nggak haid, pake kutek!" protes uminya.

Ternyata ingatan uminya masih tajam.

"Sekarang kan ada kutek yang bisa dikelupasin." Ayyara menjawab seadanya. Tadinya, ia tidak ingin ribet. Tapi uminya ternyata teliti akannya.

"Banyak alasannya, heran."

"Emang bener, kok. Kan zaman makin canggih, umi. Yara baru tahu dari Shinta. Ada kutek halal, Umi. Nggak susah khawatir."


"Terserah kamu aja. Zaman semakim maju, semakin aneh-aneh. Umi hanya pesan, jangan lupa whudu kamu harus mengikuti syarat-syaratnya."

"Siap Umikuh.."

Lagi, uminya diam memperhatikan sifat anak keduanya ini. Walau pun dirinya memiliki anak kembar, namun kepribadian mereka berbanding terbalik. Salah satu sifat anaknya ini, manghiwal, itu kata yang mencerminkannya. Dan selalu dengan alasan.

"Asal jangan keluar dari syariat Islam, Umi." Elaknya selalu membuat ibunya menggeleng.

Ayyara memperhatikan ibunya yang diam dalam pikirannya sebentar.

"Jadi, tadi Umi teriak manggil Yara, kenapa?"

Uminya seketika tersadar. "Umi baru inget, Ya Allah."

Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang