Jingga 7. Plan-Plan Hidup

5.3K 382 4
                                    

"Jadi siapa yang mengantarmu tadi? Keren, baru kemarin di khitbah sekarang anaknya sudah besar saja ngalahin kita. Haha.." ucap seseorang perempuan tertawa saat Ayyara bergabung diantara meja mereka. Meja yang dipersiapkan untuk menunggu dan beristirahat di taman sekolah. Dan memang, sekolah yayasan Al-Quddus ini berjajar dari mulai Tk, SD, SMP, sampai setingkat SMA.

"Jangan suka mengambil kesimpulan deh," ucap Ayyara duduk di hadapan kedua perempuan itu.

"Jarang loh, lihat Yara bawa anak." ucap perempuan setelah meneguk botol minum. "biasanya juga ngajar di dalam."

"Jadi siapa? Kami penasaran." ucap perempuan pertama.

"Kasih makanan kek, dulu. Main tanya-tanya aja, kalian lagi sensus penduduk atau lagi magang jadi ibu-ibu super kepo?" ucap Ayyara mengambil snack besar di tengah mereka.

"Yee.. sewot mulu Bu, beda kalo bawaan mau nikah mah,"

"Kami sampe sujud syukur tahu, ngedenger kamu nikah. Secara dari SMA sampe ngajar masih suka php in mulu para cowok, kita kira karma. Haha." ucapnya tertawa lagi.

Setelah menelan isian snack yang ia makan, Ayyara duduk tegak sekarang. "Nyesel aku comblangin kalian sama suami kalian sekarang."

Seketika kedua perempuan itu mengerecut sebal.

"Dit, kamu yang duluan." ucap perempuan itu kepada Dita.

"Kamu kali, La. Aku ikutan aja daritadi." ucap Dita membalas Lala.

Ayyara terkekeh melihat kedua ibu-ibu itu. Seumuran dengannya, teman dekatnya. Tapi mereka sudah lebih dahulu menikah muda dan mempunyai anak, hingga mereka sekarang sedang mengantar dan menunggu anak mereka di sekolah Tk ini. Tidak seperti dirinya, yang hanya mengantar keponakannya saja.

Seperti menyedihkan, kan?
Bagi Ayyara tidak, karena ia selalu yakin bahwa setiap orang mempunyai masa dengan prosesnya masing-masing. Jadi untuk apa membandingkan? Tapi, namanya hidup tentang diri sendiri dan orang lain, itu berbeda. Jadi, terserah. Tidak bisa diatur bagaimana mereka berpikir.

Ini terdengar menyakitkan sebenarnya dipandangan orang lain, tapi inilah hidup.

Makanya kedua orang tuanya terpengaruh, mereka selalu menyuruhnya menikah. Karena ya, teman sebaya, bahkan sahabat-sahabat terdekatnya sudah hampir semua menikah dan mempunyai anak.

Sedangkan dirinya?
Terlalu santai saja.

Ayyara berpikiran, jodoh, rezeki, dan maut sudah ditakdirkan Allah. Ia yakini penuh itu. Jadi untuk apa terburu-buru, iri dan segala hal lain yang negatif? Dirinya hanya perlu bersiap. Bersiap dalam segala hal, dengan persiapan memperbaiki yang harus ia lakukan untuk masa depannya.

"Maaf deh nyinggung, tapi emang kita kepo siapa cowok tadi? Tunangan kamu?" tanya Dita.

"Uhuk..uhuk.." Ayyara melotot merasakan pedas di tenggorokannya. Karena saat Dita bertanya seperti itu, ia baru saja menelan snack pedas yang baru dibukanya lagi tadi.

"Air, Yara.. pelan-pelan dong." sodor Lala.

Langsung saja Ayyara meneguk air putih itu. Kerongkongannya sekarang terasa segar dengan aliran yang menghapus rasa pedas di kerongkongannya itu.

"Aku gak habis pikir sama kalian, dia kakak ipar aku. Suaminya alm Mbak Yuna. Masa lupa." ujar Ayyara merapikan map yang di bawanya.

Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang