Jingga 24. Tali sepatu

5.6K 372 2
                                    

Terasa ada yang menepuk-nepuk pipinya.

"Ay.." panggil seseorang.

Ayyara megerjapkan matanya beberapa kali, hingga saat matanya terbuka yang dilihatnya adalah Arhaffa yang baru saja tersenyum.

"Ayok makan dulu sebelum minum obatnya."

Ayyara berangsur bangun, menyandarkan punggungnya disisi ranjang.

"Kenapa Mas Haffa?"

Arhaffa yang mendengarnya menaikan satu alisnya tanda mempertanyakan ucapan yang di dengarnya.

"Kenapa apanya?"

Bibir mungil pucat itu tersenyum tidak enak. "Kenapa peduliin Yara?"

"Kenapa kamu berbicara seperti itu? Jelas saya peduli sama kamu."

"Alasan nya?" cicit Ayyara pelan.

Kasihan kah? Ah, rasanya Ayyara merasa menjadi seseorang yang memang benar menyedihkan.

"Peduli tidak selalu harus punya alasan."

Cukup. Sebenarnya jawaban itu tidak membuatnya puas dan meredakan rasa menyedihkannya, Ayyara sadar akan hal itu. "Oh iya, kemana Umi? Tumben, biasanya Umi nggak pernah ninggalin Yara kalo lagi sakit gini." ujar Ayyara pelan.

"Umi lagi ada urusan sama Abi," ujar Arhaffa masih mengambil nampan berisi bubur dan obat diatas nakas.

Ayyara mengangguk paham.

"Kamu mau makan sendiri atau seperti Umi?"

"Seperti umi, maksudnya?" Ayyara tidak mengerti.

"Disuapin? Umi suka menyuapi kamu? Kamu manja kalau sakit kalau harus saya ingetin."

"Eh?- maksudnya Mas Haffa mau nyuapin Yara kayak umi?" Kok kakak iparnya memperhatikan? Pikir Ayyara, ia berusaha mencerna semuanya.

"Kenapa tidak?" ucap santai Arhaffa

Ayyara menggeleng kaku.

Arhaffa terkekeh "Jangan dipikirin. Saya hanya bercanda. Saya cuma mengecek kondisi kamu."

Ayyara merasa terlalu berlebihan dalam berpikir. Ia merutuki otaknya yang terkadang berpikir bahwa Mas Haffa memperhatikannya. Padahal itu sangat mustahil.

"Biar Yara makan sendiri aja." cicitnya membuat Arhaffa memberikan mangkuk bubur itu.

Setelah membaca bismillah dan membaca doa sebelum makan, Ayyara punalu melahap bubur itu. Dan itu semua tidak terlepas dari pantauan Haffa.

"Mas Haffa mau? Eh iya, Alvin kemana juga?"

"Kamu saja, kamu kan yang sakit. Alvin lagi sama Adam."

Ayyara mengangguk menyuapkan bubur itu.

"Terkadang ketika kita sakit, barulah kita menyadari bahwa nikmat sehat tak pernah kita syukuri selama kita sehat."

"Kamu memang benar." Arhaffa menyodorkan obat itu bersama air putih kepada Ayyara. Dan tidak lama ia telah meminumnya.

"Bagaimana kondisi kamu sekarang?"

"Cukup baik seperti yang terlihat. Bosan jiga mau satu minggu di atas tempat tidur aja. Padahal cuma kecapean, kok jadi demam."

"Benar kata Umi, kamu jarang sakit. Dan sekalinya sakit seperti ini sampai satu minggu."

Ayyara mengerucutkan bibirnya. "Sakit siapa yang mau." "Lagian kepala Yara masih pusing." ujarnya lagi kembali bergelung dengan bantal dan gulingnya.

"Ya sudah kamu istirahat lagi." ujar Arhaffa beranjak.

"Semoga cepat sembuh." ucap Arhaffa tersenyum manis. Membuat Ayyara yang kebetulan memperhatikan itu membeku. Entah kali ini ia melihat sosok Haffa yang begitu hangat, dengan senyuman berlebih yang membuatnya benar tercekat.

Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang