Seorang laki-laki menyesap kopi itu dengan pelan dan menaruh kembali cangkir itu di meja. Melihat perempuan dengan stelan kantornya mendorong pagar dan menaiki motornya dengan muka cerah dan mengangkat tangannya, dia sedikit tersenyum.
"Luruskan niat, bekerja karena Allah."
Sang objek pun berlalu dengan motor scoopy coklat tuanya, masih dengan sisa doa yang masih dapat ia dengar.
"Kamu masih mencintainya?" tanya seseorang di sebelah Arhaffa, membuat ekpresi Arhaffa kembali kepada sebelumny. Ia baru menyadari ada orang di sebelahnya.
Diamnya Arhaffa membuat Ardi mengerti. Ia sudah bertahun-tahun bersama sahabatnya ini. Dan selama itu pula ia sudah bekerja sebagai tangan kanan keluarga Arhaffa.
Ardi menggantikan posisi ayahnya yang sudah meninggal untuk mengabdi pada keluarga Arhaffa yang memang sangat berjasa atas keluarganya. Dan semenjak kecil ia telah bersahabat, sehingga sangat mengerti dengan sifatnya.
Dan sifat yang tidak dimengertinya ketika ia bertemu dengan perempuan bernama Ayyara. Seorang Arhaffa menjadi sosok yang tidak terbaca akan sikapnya.
"Cinta tidak perlu memiliki, cukup mengikhlaskan dia bahagia dengan pilihannya."
"Kenapa kamu tidak berusaha?" tanya Ardi langsung.
"Saya sadar, saya siapa. Cinta itu dua arah, saling mencintai. Tisak bisa, kalau cuma searah dan sepihak."
"Apalagi, saya hanya seorang duda, terlebih lagi tersemat kakak iparnya."
"Enggak ada yang salah dengan status, hanya perlu berusaha."
"Bagaimana dengan kebenaran? Fakta yang menyakitkan adalah dia sudah berkomitmen dengan orang yang dicintainya. Itu sudah lebih dari cukup." ucap Arhaffa merasa oksigen yang dihirupnya menyakitkan.
Ardi menarik napasnya. "Aku bisa mengatakan sebagai sahabat sekarang? Bukan sebagai orang kepercayaan keluargamu?"
Ardi ingin berkata sebagai sahabat, bukan bawahannya dalam pekerjaan.
"Aku rasa kamu laki-laki terbodoh di dunia ini, Arhaffa. Gak sama sekali memperjuangkan cinta, barang sedikit saja. Padahal cinta bisa tumbuh dengan seiring berjalannya waktu. Itu kesalahan awal yang membawa kamu dalam hubungan rumit ini. Arhaffa, Arhaffa."
Ardi mengutarakan kekesalannya.
"Saya memang bodoh. Mungkin takdir saya bukan sama dia. Dia mencintai laki-laki lain, bukan? Dan sekarang tinggal melewati dua hari lagi. Dia resmi menjadi istri orang lain." ucap Arhaffa memandang lurus deretan rumah dari atas balkonnya.
"Kamu akan mengerti, ketika fase begitu sangat mencintai. Kamu hanya perlu dia bahagia, itu sudah lebih dari cukup."
"Mungkin ini cara Tuhan mengajari dan menguji saya, bahwa ada cinta yang lebih saya harus ikhlaskan, demi-Nya. Karena saya percaya, semua takdir sudah dirancang dengan sebaik mungkin. Pasti ada hikmah semuanya, sekali pun memang sesak yang harus saya rasa. Tidak apa-apa. Saya ikhlas."
Ardi mengangguk. "Kenapa dulu, kamu tidak mengatakan yang sebenarnya saat sebelum pernikahan? Saat tahu dimana Ayyara yang kamu mau, bukan Ayyuna?"
"Sejak awal saya sudah melamar Ayyuna, itu sudah menjadi takdir. Cukup?"
"Atau memperjuangkan Ayyara lagi, setelah Ayyuna meninggal karena melahirkan? Kau bisa membuatnya perlahan jatuh cinta, cobalah mendekati atau berbicara langsung seperti awal kau melakukannya?
Arhaffa diam sejenak. "Jawaban sebelumnya, Ayyara sudah punya pilihannya sendiri."
"Belum terlambat, kekasihnya belum melamarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)
Espiritual"Mencintai dalam diam, ketika kita tahu. Kita bukan pilihan sebenarnya hatinya, sekalipun kita terikat pernikahan ketidaksengajaan." Arhaffa "Kita sudah berkomitmen bersama. Merangkai masa depan dengan indah. Jadi kembalilah.." Azhandi "Tujuan prins...