Ayyara menuruni anak tangga menuju dapur. Dia mencium aroma makanan menyeruak di indera penciumannya.
"Mas Haffa masak?" Ayyara bertanya ketika melihat seorang laki-laki jakung sedang memunggunginya di hadapan pantry dapurnya.
Arhaffa sudah berbalik dengan celemek yang biasa di pakai ibu ketika di dapur. Ayyara cekikikan saat melihatanya.
"Kenapa ketawa? Saya aneh?" Arhaffa menoleh sambil menaikan satu alisnya.
Ayyara melepas pegangan tangannya dari perut yang berbalut baju tidur panjang itu.
"N-ngak, maaf, maaf. Tadi Yara kaget aja lihat Mas Haffa yang biasanya selalu berpakaian rapi kini memakai celemek. Kirain koki dari mana."
Arhaffa membawa dua buah piring berisi spageti ke meja makan.
"Ini Mas Haffa yang masak?"
Ayyara mengusap keningnya sendiri mendengar pertanyaannya sendiri. Ya jelas siapa lagi."Di kulkas kayaknya bahan makanan sudah habis. Hanya spageti yang bisa di masak. Besok kita harus membeli bahan makanan."
Ayyara kini duduk memandangi spageti berbeque yang menarik perhatiannya.
"Mas Haffa bisa masak juga ya,"
"Ayok dicicipi." Senyum Arhaffa di hadapan Ayyara. Ia menoleh dan menatap mata berseri itu. Membuat Ayyara mengalihkan pandangannya setelah tiga detik menatapnya. Ada gelayar aneh ketika dua kali dirinya tak sengaja menatap dalam mata itu.
"Kok diam?"
Ayyara tersenyum mengambil garpu itu dan mencipinya dimulut.
Ia mengunyah dan tak percaya dengan rasanya.
"Yara nggak nyangka rasanya lebih enak ketimbang Yara masak sendiri.""Mas Haffa nggak makan?"
"Saya tidak lapar." jawabnya membuat Ayyara menaikan satu alisnya.
"Pada zaman Rasulullah-"
"Saya sedang tidak ingin makan saja." potong Arhaffa mengingat dirinya akan mengcopy paste ucapannya tempo lalu.
Ayyara tertawa kecil. Ia sengaja tadinya akan meniru ucapan kakak iparnya waktu itu. Tapi memang dia dapat membacanya dengan cepat.
"Ini porsinya banyak. Gak papa berdua aja." Ayyara menatap spageti di piring besar itu.
"Baiklah, kalau kamu memaksa."
Ternyata memang tak seburuk apa yang dipikirkannya tentang kakak iparnya, bertahun-tahun dia telah salah. Bukan maksudnya buruk dalam sikap, ia kira ia akan selamanya dalam kecanggungan melihat sifat irit bicara sebelumnya. Tapi ternyata tidak.
"Maaf."
"Maaf kenapa?"
Ayyara malu. "Enggak,"
"Aneh, kamu."
Ayyara fokus makan sambil memikirkan sesuatu.
"Kenapa termenung?"
Ayyara merepon dengan menggeleng hingga fokus makan spagetinya ternyata pada mie yang sama, sama-sama saling berhadapan. Tak dapat Ayyara pungkiri perasaannya tak karuan.
"Maaf." ujar Arhaffa memutuskan.
"Maaf kenapa?"
"Tidak,"
"Dih, jadi Mas Haffa yang aneh." Ayyara membalas. Ia tahu bahwa barusan ia menyadari mereka dalam kecanggungan.
(Sama-sama aneh, hehe)
"Besok lusa saya mau izin akan ke Jakarta."
"Izin?" Ayyara mengulang satu kalimat.
Arhaffa mengangguk. "Saya ada pekerjaan disana. Kamu mau ikut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)
Spiritual"Mencintai dalam diam, ketika kita tahu. Kita bukan pilihan sebenarnya hatinya, sekalipun kita terikat pernikahan ketidaksengajaan." Arhaffa "Kita sudah berkomitmen bersama. Merangkai masa depan dengan indah. Jadi kembalilah.." Azhandi "Tujuan prins...