"Camping lagi camping lagi! Kamu nggak inget kejadian waktu kamu camping-- ah sudahlah." Uminya kesal sambil mengusap air mata di pipinya.
Sebuah tangan menyentuh pada lengan umi, membuat perempuan paruh baya itu menoleh.
"Ini semua salah Haffa, Umi. Haffa minta maaf, tidak bisa menjaga Ayyara dan Alvin. Jangan salahkan Yara. Dia menolong Alvin yang akan tertimpa lemari. Apalagi isi lemari itu juga melukai Ayyara sendiri." Arhaffa menjelaskan dan berujar terus minta maaf sejak umi dan abi Ayyara datang.
Uminya terdiam pasalnya dia hanya tahu kabar anaknya terkena musibah tanpa tahu penyebabnya. Ayyara tersenyum seolah mendapat tempat pembelaan.
"Tuh, Yara gak salah umi." Jawab Ayyara sambil cengengesan."Tetep aja nakal! Siapa tahu itu cuma alesan aja, kayak dulu waktu kamu manjat buah seri milik pak Somad. Bilangnya mau ngembaliin sarang anak burung ke tempatnya, tahunya saku baju seragam Sekolah Dasar kamu penuh oleh buah itu!" ujar Uminya memburu bagai cermah itu mendapat gelengan dari semua orang yang memperhatikan.
"Sambil nyelam minum air umi. Gak apa ngambil buahnya. Toh itu pohonnya liar, gak di tanam pak Somad."
"Tapi tetap tumbuhnya di halaman pak Somad! Yaraa!" bantah Uminya.
Emang ya, emak kalo anak buat kesalahan diungkit-ungkitnya sampe berabad-abad. gerutu Ayyara dalam pikiran dan wajah cemberutnya.
"Itu tanaman yang gak sengaja tumbuh Umi." timpalnya lagi. Enggak mau kalah emng.
"Nembal mulu!" jawab Umi nggak mau kalah juga.
"Anak memang selalu salah." Lagi Ayyara menjawab.
"Yara," panggil Abi pelan, bagai menyela sebagai tanda melerai.
Gak ada orang tua yang salah, kan? Benar. Ayyara kemudian mengubah cemberut menjadi senyuman manis yang di buat.
"Hehe..Umi cantik, tapi tetep cantikan anaknya sih." Langsung saja Uminya melotot disertai gelengan dari semua orang yang memperhatikan. Kalo di lihat mereka kompak menggeleng karena kekompakan atau mungkin karena jadi para penonton bayaran? Ayyara tak habis pikir. Tapi sekarang terbongkar sudah aib dan image yang ia jaga selama ini. Seorang anak baik dan penurut. Tak ada, sekarang kayak anak si tukang ngeless.. Bukan les sekolah, ini khusus ujian hidup.
*
"Umi, Yara udah besar. Gak perlu disuapin. Malu."
Uminya menggeleng. "Kayak bisa makan sendiri aja. Tangan penuh perban gitu juga." Liriknya pada sebelah tangan yang menggandung ke pundaknya.
Ayyara melihat kembali tangannya yang tak berdaya.
"Ih, Umi mah kayak gak khawatir sama Yara. Yara anak umi bukan, sih. Kok marah-marah nyuapinnya."
"Astagfirullah ini anak." decak uminya.
"Nadaanyaa."
Ngomel mulu. Ingin berdecak kembali dirinya. Tapi ia masih inget, itu berdosa sekali.
Uminya menyodorkan sesuap bubur yang mau tidak mau Ayyara berhenti mengoceh dan membuka mulut menerimanya.
Untung saja di ruangan itu tidak ada siapa-siapa kecuali Mas Arhaffa yang sibuk dengan selingkuhannya. Siapa lagi kalo bukan macbooknya!
Dan ya, Hawa pulang dahulu dengan Alvin dan Gilsha untuk berganti pakaian. Serta Adam dan Abinya mencari makan dahulu di luar tadi.
"Oh iya Yara. Bagaimana pekerjaan kamu? Bukannya kamu harus masuk lusa?" Uminya berujar membuatnya menelan satu sendok berukuran jumbo dengan segera yang di sodorkan, untuk menjawab pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)
Spiritual"Mencintai dalam diam, ketika kita tahu. Kita bukan pilihan sebenarnya hatinya, sekalipun kita terikat pernikahan ketidaksengajaan." Arhaffa "Kita sudah berkomitmen bersama. Merangkai masa depan dengan indah. Jadi kembalilah.." Azhandi "Tujuan prins...