Bersikap seperti biasanya, tapi tetap salah?
°°°
"Umi, Abi. Yara pamit sekarang." ujarnya mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian.
"Kamu bareng aja sama Nak Haffa naik mobil ke sekolahnya, lagian se arah kan?" ucap Umi mengusulkan, membuat Ayyara menajamkan matanya, dan tentunya langsung menggeleng.
"Gak perlu, Umi."
Abi itu ikut menggeleng melihat jawaban Ayyara. "Bener, kamu ikut Haffa saja. Bukannya motor kamu belum diambil di bengkel, ya? Abi mau ke toko dan jalannya berlawanan," ujar Abi menoleh pada Arhaffa yang sedang duduk memperhatikan. Membuat Ayyara menoleh, dan tatapan mereka bertemu. Dan Ayyara benar-benar merasa ini benar-benar salah, hingga ia lagi, mantap menggeleng kembali.
"Biar naik taxi aja, biar gak ngerepotin." ujar Ayyara, "ayok Alvin." ucapnya menarik tangan anak laki-laki itu.
"Kamu jangan selalu keras kepala terus Yara, jangan egois. Biarkan Alvin diantarkan oleh papahnya dan kamu bisa ikut mereka." ujar Abi suaranya sedikit kesal.
Ayyara menoleh, dan menyadari keadaan.
"Ya sudah Yara naik taxinya sendirian, Alvin bareng Mas Haffa tunggu di Tk Al-Quddus aja." ujar Ayyara mengusulkamnya enteng. Ia tidak mau semobil dengan kakak iparnya itu, jadi tidak salah kan?
"Yara.." geram secara tidak langsung Abinya. Tidak mengerti dengan sikap anaknya ini.
"Kamu ini, gak ngerti Umi pikiran kamu gimana. Mana tahu Mas Haffa alamat sekolahnya." Umi mulai kesal ikut berbicara.
"Kan Yara kasih tahu jalannya, lagian kan ada maps kan-" ucapannya terpotong dengan suara Uminya yang memerintah.
"Nggak ada kan atau alasan apapun. Gak usah banyak alasan, Yara! kamu ikut Nak Haffa. Jangan memperibet, kamu ini kenapa." Ibunya berujar kesal sendiri.
Ayyara diam. Jelas saja sikapnya tidak menginginkan bersamanya. Tidak jelas kah? Kenapa abi dan uminyaa tidak mengerti itu.
Entah kenapa, ia bisa berbicara bebas kepada siapa pun dengan mudah akrabnya, hingga ia mempunyai banyak teman. Tapi, tipikal sifat kakak iparnya itu jujur saja membuat sifat dirinya entah kenapa. Ayyara merasa kepribadian karena faktor lingkungan sangat berbeda dengan si irit bicara dan minim ekspresi dengan awan colloumbusnya itu! Dia merasa dalam dimensi ketidaknyamanan.
"Mungkin Mas Haffa sibuk dan terburu-buru, ya itu." ujar Ayyara berpikir alasan realistis yang pasti disetujui untuk menolak.
Dari penjuru matanya laki-laki bernama Arhaffa itu berdiri. "Saya tidak terlalu sibuk dan tidak keberatan juga, lagian meetingnya jam sembilan. Jadi, saya bisa mengantar kalian dahulu." ucap Arhaffa berargumen.
Ayyara diam seketika. Apa-apaan?
"Denger Yara," ucap Umi membuat Yara terpaksa mengikutinya dari belakang, setelah ditarik lebih dahulu. Membuatnya tidak bisa berkata-kata lebih untuk menolak lebih jauh.
Mereka menaiki mobil alphard mewah laki-laki itu. Laki-laki yang selalu memakai pakaian, jam tangan, serta sepatu, yang terdapat merk terkenal. Yang tentu saja Ayyara mengetahui itu dari pengamat temannya yang suka brand yang bukan ecek-ecek, dan harganya jika satu persatu bikin melongo, karena melebihi kesetaraan gaji umr karyawan di kota Bandungnya, bahkan sampai lebih.
Ia tidak habis pikir dengan orang kaya yang memakai pakaian melebihi porsi mereka makan.
Dan bukan, bukan dirinya selalu memperhatikan, hanya saja terlihat mencolok. Entah dia sombong atau mungkin kehidupan mewah yang mengelilinginya. Bahkan, semua barang punya Alvin pun sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)
Spiritual"Mencintai dalam diam, ketika kita tahu. Kita bukan pilihan sebenarnya hatinya, sekalipun kita terikat pernikahan ketidaksengajaan." Arhaffa "Kita sudah berkomitmen bersama. Merangkai masa depan dengan indah. Jadi kembalilah.." Azhandi "Tujuan prins...