"Wa, aku izin ke depan ya, kelihatannya di depan sana ada minimarket. Mau beli minuman sama beberapa cemilan."
Hawa menoleh, "Perlu aku anter nggak?"
"Nggak perlu. Kamu di sini aja. Gimana nanti Alvin sama Gilsha nyariin."
"Baiklah. Hati-hati, Ra."
Sesampainya di dalam minimarket, dinginnya ac menyeruak menyentuh kulitnya. Ini yang ia sukai kalau datang dari cuaca panas dan masuk ke dalam kesejukan. Ada beberapa pilihan jika mau mendapat kesejukan seperti ini, masuk ke minimarket seperti ini, atau ke masin Atm. Hehe.
Setelah mengambil beberapa bungkus makanan ringan seperti lays, rings, oreo, kuaci dan beberapa makanan dan minuman dingin lainnya. Ayyara menyudahinya dan berjalan mengantri di loket pembayaran.
Mengantri menjadi dua barisan.
Hingga sebuah punggung kokoh dari sebuah lengan dimana pelanggan yang baru membayar membuat Ayyara menyipitkan matanya. Dia hanya terhalang oleh satu orang dari barisannya.
Siluet seseorang yang dapat di kenalinya.
Dia berjalan menuju pintu ke luar dengan handphone di telinganya. Jantung Ayyara memompa cepat, dia akan melangkah pergi.
Ayyara harus memastikan seseorang yang sepertinya seperti dugaannya. Namun sebuah suara dari kasir mengurungkan langkahnya terlebih dahulu.
"Ayok Mbak, kita mengantri." celetuk pembeli di belakangnya.
Menyadari dirinya pembayar selanjutnya. Membuat Ayyara ingin sekali cepat-cepat membuat mesin itu cepat bekerja.
Pelayan minimarket menyebutkan nominalnya, ia pun segera menyerahkan uang biru berjumlah tiga lembar itu, dan menerima kembaliannya.
Tepat ia terlambat saat segera keluar. Punggung itu tidak dapat ia temukan.
"Kamu berpikir apa Yara, gak mungkin dia Azhandi." ucapnya sendiri. Logikanya menolak siluet itu Azhandi. Tapi hatinya entah kenapa keukeuh merasakan bahwa laki-laki yang tadi berjalan membelakanginya adalah Azhandi, kekasihnya. Punggung itu terlalu sama.
Ayyara menutup matanya. Menarik napas menormalkan perasaan yang berada di hatinya. Kedua kalinya ia berpikir bahwa laki-laki itu berada di dekatnya lagi?
"Ah.. Yara." dirinya kesal sendiri. Hati dan logika terus mempertengkarkan.
"Ini bukan drama."
Tapi apakah ada kebetulan melihat siluet mirip Handi untuk kedua kalinya?
Atau mungkinkah ini hanya perasaannya saja karena terlalu merindukannya?
Ayyara memijat pelipisnya. Sebuah getaran ponsel membuat ia mengalihkan pada sebuah pesan yang Hawa kirim.
Hawa
Kita lagi di kafe dekat taman kanak-kanak Yara. Alvin sama Gilsha laper. Kamu susul ke sini aja.Anda.
Oke Wa, aku susul sekarang.Memutuskan tidak mengambil pusing semuanya. Toh saat di terminal ia salah mengenali seseorang. Mungkin sekarang ia pun melakukan hal yang sama terlalu mendengarkan hatinya.
Saat di parkiran sebuah Kafe, tanpa sengaja seseorang menubruk bahunya. Dalam keadaan kurang fokus itu karena hatinya masih mengatakan hal lain, membuat semua belanjaan yang ia bawa terjatuh.
Brukk!!
"Sorry, sorry."
Ayyara tersadar dari lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di Langit Jingga | Jingga✔ (Repost)
Spiritual"Mencintai dalam diam, ketika kita tahu. Kita bukan pilihan sebenarnya hatinya, sekalipun kita terikat pernikahan ketidaksengajaan." Arhaffa "Kita sudah berkomitmen bersama. Merangkai masa depan dengan indah. Jadi kembalilah.." Azhandi "Tujuan prins...