2. Papa

563 261 119
                                    

"lepasin tangan gue bego!" Dengan
sekali sentakan cengkraman tangan Angel terlepas. Netra gelap Meira menyorot tajam pada Angel.

" Lo ngapain nyeret gue sih, itu cowok perlu dikasih pelajaran biar nggak semena-mena!" sekali lagi, Meira menyuarakan protesnya pada Angel yang nampak sedikit gugup, terbukti dari matanya yang bergulir menatap sembarang arah.

"gue kan nyari jalan aman Ra, lo liat gak tuh dia bareng antek-anteknya, gue gak mau ya jadi sasaran bully selanjutnya." Pembelaan Angel terdengar masuk akal, Meira mengakui itu. Akan tetapi Meira bukan tipe yang akan melarikan diri karena takut padahal dirinya tidak bersalah. Apalagi jika menyangkut seseorang seperti Abi. Hell no!

"Ngapain lo takut sama mereka, mereka cuma manusia-manusia pengecut yang ga berguna!" Meira sangat menyayangkan sikap spontan Angel yang langsung menyeretnya pergi meninggalkan kantin padahal ia sangat ingin meneriaki wajah Abi. " Mana makanan gue belum habis lagi, sialan tuh orang." Meira mendesah lesu, perutnya memang belum sepenuhnya terisi.

"Ya udah sih, ikhlasin aja, daripada lo dapet masalah kan?" Tangan Angel mengusap pelan pundak Meira mencoba membujuk sahabatnya itu. Meira menghembuskan nafas pelan berharap dapat meredakan emosinya.

Abi, mengingat nama itu membuat Meira mendengus kesal. Selama ini Meira membenci Abi dalam diam. Ia tidak pernah mencari gara-gara ataupun mencampuri hal-hal yang berbau Abi. Meira menyukai ketenangan dan ketika melihat kebobrokan Abi seketika perasaan tidak suka menggerogoti dirinya padahal Abi saja mungkin tidak mengenal dirinya. Dan sekarang untuk pertama kalinya Abi mengacaukan acara makannya di kantin dengan sikap arogansi menyebalkan sok berkuasa. Iyuhh, lo kira gue takut sama lo? takut nggak jijik iya! Kalau saja Angel tidak menyeretnya tadi, mungkin sekarang ia masih berseteru dengan Abi.

Arghh sial, pasti tu cowok merasa menang sekarang.

Angel melambaikan tangannya di depan wajah Meira. " Woe, ngapain bengong lo? Balik kelas udah bel."

Meira terkesiap, tetapi tetap mengikuti langkah Angel menuju kelas. Berusaha mengingat-ingat pelajaran apa yang ia dapat selanjutnya. Meira tersentak setelah mendapatkan ingatannya

Duh mana mapel guru killer sekarang.

Rasa panik menyerang dirinya, setengah berlari ia mendahului Angel yang berjalan santai.

" Cepet Ngel, nanti nggak dikasih masuk kelas!"

Angel mengerutkan keningnya menatap Meira yang kini sudah berbelok ke koridor dan menghilang dari pandangannya.

"Bukannya sekarang jam kosong ya?"

*****


"Ma."

Mita, sang Mama menoleh lalu tersenyum lembut mendapati putrinya. "Sini nak, duduk makan dulu." ujarnya dengan tangan yang cekatan menyusun menu di meja makan.

Meira menghiraukan permintaan mamanya, netranya terfokus pada objek lain yang duduk meja makan. ketika netra mereka bertemu, Meira langsung mengalihkan pandangannya. "Aku mau makan kalau dia udah pergi."

Mita menghentikan kegiatannya, pandangannya bergulir ke arah sang anak yang berdiri kaku beberapa meter darinya. Matanya melirik sebentar ke arah sang suami, sebelum mendekat ke arah Meira. " Ra, nggak boleh gitu. Sini duduk kita makan bertiga sama Papa." Mita berujar lembut menarik halus tangan Meira untuk mendekat ke meja makan.

Akan tetapi Meira tidak bergeming, matanya menyorot tajam pada sosok Papa yang memandangnya sendu. "Tolong jangan paksa aku Ma." Meira melepaskan genggaman tangan sang mama lalu bergegas menaiki tangga.

ABIRARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang