Benar saja. Ketika Meira mengaktifkan jaringan data ponselnya. Seketika itu ponselnya dipenuhi ribuan notifikasi, terutama di akun instagramnya.
"Ya ampun, instagram lo isinya haters semua, Ra." Lili berseru, saat ini ia sedang men-stalking akun instagram Meira.
" Dih, nyolot banget sih ini orang, pakek comment lo nggak pantes sama Abi," gerutu Angel. "Mukak lo noh, daur ulang dulu." Ejeknya pada orang yang mengirim hate comment di instagram Meira.
Disisi lain, Meira lebih memilih mengabaikan ponselnya dan bersandar di kursi. Urat di pelipisnya mendadak berdenyut, dinginnya AC perpustakaan tidak berpengaruh, karena ia merasa benar-benar gerah sekarang.
"La, gue harus gimana sekarang?" Jika sudah seperti ini, Meira tidak bisa hanya berdiam diri lagi. Bayangan buruk serta merta menghantuinya. Selama ini, ia selalu percaya diri, menganggap semua masalah bisa ia atasi sendiri. Tetapi sekarang, ia paham. Masalahnya tidak se-sederhana itu. Ia sedang berhadapan dengan cewek-cewek agresif penggemar Abi yang tidak hanya dalam hitungan jari.
"Gue yakin lo punya solusinya kan, La? Damn, siapa sih orang iseng yang nyebarin foto sialan itu." Dan demi dewa yang selalu disebut oleh neneknya tapasya, Meira sangat ingin menyemburkan sumpah serapahnya pada dia yang membuat Meira merasa seperti buronan. Kemudian ia tersadar, daripada sibuk bersumpah serapah, lebih baik ia mencari solusinya. Lalu Meira kembali pada kenyataan bahwa segala kemampuan berpikirnya terenggut disaat panik merajainya. Dengan sisa-sisa kesadarannya, Meira hanya bisa berharap pada Lala, yang selalu memberikan solusi tanpa masalah.
Lala menatap Meira tanpa ekspresi. " Mau gimana lagi, udah terlanjur menyebar. Lo tinggal nunggu aja sampai keadaan mereda. Lalu pelan pelan mereka lupa.
Mendengar itu, Meira merasa harapannya dihempaskan layaknya seringan bulu ayam. Bahunya melemas. Tertunduk, telapak tangannya menangkup wajahnya lemas. Helaan napasnya terasa berat, dan ia yakin sebelumnya tidak pernah merasa seputus asa ini
"Tapi..."
Meira mendongak, menunggu untaian kata yang agaknya Lala paparkan.
" Kalau lo mau, lo bisa pakai cara lain."
Seperti mendapat angin segar, wajah Meira yang tadinya ditimpa lesu kini kembali berseri. Tangannya spontan memegang tangan Lala, memandang Lala penuh harap.
" Cara apa? Gimana? Gue bakal lakuin apapun buat balikin ketenangan hidup gue." Meira tidak berbohong ketika mengatakannya, apapun akan ia lakukan agar hidupnya kembali ke dalam jalur semestinya. Terlibat dalam permasalahan ini tidak pernah terdaftar dalam tatanan hidup seorang Meira.
Lala menatap sahabatnya itu, sebenarnya ia diterpa ragu. Sebab sarannya ini akan bertentangan dengan ego Meira. Disisi lain, Lala merasa tidak ada salahnya melakukan cara ini. Meyakinkan diri, ia balas genggaman tangan Meira pada tangannya.
" Lo klarifikasi pada semua orang, bahwa lo memang nggak ada hubungan sama Abi."
Mata Meira menyipit ragu. "Menurut lo mereka bakal percaya gitu sama gue."
"Percaya-- kalau lo klarifikasi bareng Abi langsung." Lala berujar tenang. Sangat tenang, sehingga Meira yakin sahabatnya ini sedang tidak mengajaknya bercanda.
"Ap--apa?"
Mengumpulkan sisa-sisa kesadaran yang mendadak buyar ketika mendengar perkataan Lala, Meira menyentak genggaman tangan Lala. "LO GILA!"
Lili dan Angel yang sibuk membaca komentar di akun instagram Meira tersentak ketika mendengar teriakan nyaring itu.
"Lo ngapain teriak? Ini perpus woy, nanti kita diusir." Angel melirik meja pengawas perpustakaan yang ternyata kosong, lalu menghela napas lega. " Untung nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIRARA
Teen Fiction{REVISI SETELAH TAMAT} Meira membenci Abi, itulah faktanya. Semesta mempermainkan takdir mereka dalam lingkaran pertengkaran yang tidak berujung. Dimana Abi si brandal sekolah selalu mengusik ketenangan Meira. Lalu Abi mulai merasakan hal yang berbe...