14. Speechless

175 63 39
                                    

Comment jika kalian menemukan typo durjanah ya.

Happy reading

*****

Semenjak klarifikasi berkedok penjebakan itu dilakukan. Ketenangan yang dulu selalu diagung-agungkan Meira terenggut begitu saja. Dan setiap detik yang Meira lalui selalu diselipnya umpatan-umpatan teruntuk manusia setengah iblis itu. Sungguh, Meira menyesal sampai ke ubun-ubun.

Ck, kenapa sih Meira percaya saja pada saran Lala?

Andai saja...

Sudah lah, Meira lelah berandai.

Lagipula Meira sadar ini juga kesalahannya yang mau saja percaya pada Abi. Lala hanya memberi saran kan? Dan Meira yang memutuskan sendiri untuk menyetujuinya. Itulah sebabnya sampai sekarang Meira merasa dirinya sedang tidak waras waktu itu.

Selama dua hari ini, banyak hal yang berubah pada tatanan hidup Meira. Ia yang dulunya tidak terlalu dikenal warga sekolah, mendadak jadi tranding topic. Ya, seperti sekarang ini. Baru saja telapak kakinya menapak di sekolah, cibiran-cibiran jahanam itu sudah menyapa bak ucapan selamat pagi.

Demi tuhan, andai Meira punya kekuatan magic, sudah Meira sihir mereka agar tidak bisa berkokok lagi. Meira terheran-heran dibuatnya, kenapa mereka begitu menggilai calon penghuni neraka itu? Tolong ya, Meira sama sekali tidak menjumpai sisi positif dari Abi.

Satu hal lagi, gara-gara gosip murahan ini, Meira harus rela menghapus aplikasi instagram. Heck!

"Selera Abi kayaknya turun drastis ya?"

"Kok Abi mau sih sama dia, masih cantikan gue kemana-mana."

"Pasti tu cewek pakek pelet.. ah, atau susuk?."

"Jual diri kali."

Tuh kan!

Telinga Meira panas, setiap harinya mereka semakin menjadi-jadi.

"Mon maap ya mbak, disini gue yang nggak mau sama Abi. Ambil aja Abi lo itu, kalian cocok sih, sama-sama calon penghuni neraka!" dengus Meira dalam hati.

Kemudian, daripada menyiksa diri dengan mendengarkan kicauan mereka, Meira mempercepat langkahnya menuju kelas.

Ah, jadi gini rasanya terkenal lewat jalur hujatan?

Anjim banget!

*****

"Sumpah, jam istirahat udah bunyi dua menit lalu, Pak Bondar ngapa masih nyroscos sih?!" Gerutu Angel, memegang perutnya yang sedari tadi bergemuruh.

Meira bergumam singkat menanggapi, masih menunduk dengan tatapan mengarah pada buku pelajaran yang terbentang luas di mejanya. Ia sedang menikmati nuansa membaca daripada mendengar ocehan Pak Bondar yang sungguh melenceng kemana-mana.

Ah, jangan salah sangka kawan, Meira bukannya membaca buku pelajarannya, tetapi ia sedang membaca sebuah novel yang tersembunyi di bawah buku pelajaran itu. Great! Itu hanya taktik kecil seorang Meira dikala bosan melanda.

"Ra..." Kaki Angel menendang-nendang kaki Meira di bawah meja.

Meira berdecak malas. "Apa sih?" ujarnya tanpa mengalihkan perhatian.

Angel menggeser kursinya mendekat pada Meira, kemudian dengan mata yang masih mengarah pada Pak Bondar, ia berbisik. "Gue laper banget, Ra...," bisiknya merana. "Lo nggak bawa apa gitu, cemilan?"

ABIRARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang