18. Dilabrak

103 19 25
                                    

"Itu dia orangnya, Ren!" Seseorang sedikit berteriak dan menunjuk ke arah seorang siswi.

Mendengar seruan itu, Karen segera menoleh. Matanya sedikit menyipit memfokuskan pandangan.

Jadi ini pacarnya Abi?

Cih, rendahan!

Demi Tuhan, Karen mengira orang yang berani merebut Abi darinya memiliki kecantikan paripurna. Ternyata, ah bahkan Karen jauh lebih cantik. Ia tidak akan membiarkan Abi direbut darinya.

"Namanya?"

"Meira." Karen hanya mengangguk mendengar jawaban dari temannya, Tasya.

Seringai tipis seketika muncul dibibir Karen. Tasya dan Naila yang merupakan sahabat Karen saling pandang, kemudian bergidik ngeri.

"Ayo bersenang-senang," ucap Karen misterius lalu melenggang pergi. Tasya dan Naila hanya mengikuti Karen dari belakang. Mereka paham apa yang akan terjadi sekarang. Meira tidak akan selamat dari seorang Karen.

"Eitss, mau kemana lo?" Karen menghadang langkah Meira. Dengan spontan ia memindai penampilan Meira. Seperti inikah selera Abi? Karen menggeleng pelan, senyum sinis penuh ejekan mengembang di bibirnya yg dipolesi lipstik merah.

Meira memandang Karen, mengangkat sebelah alisnya. Ia sedang tidak ingin berurusan dengan siapapun. Maka dari itu, tanpa kata ia menyampir dan melanjutkan langkahnya. Akan tetapi, cekalan pada tangannya terpaksa membuat Meira berhenti.

"Lo nggak boleh melangkah sesenti pun dari sini!" Karen berujar penuh penekanan. Ia berdiri di depan Meira dengan mata yang menghunus tajam.

"Gue nggak ada urusan apapun sama lo," ucap Meira balas menatap Karen. Tidak ada raut ketakutan pada wajahnya. Padahal Meira tahu, Karen adalah ratu bully di sekolah ini.

Karen mendengus. " Tapi gua ada." Ia mengelilingi Meira dengan tatapan meremehkan. "Lo Meira? Pacar Abi?"

"Gue bukan pacar siapapun." Meira menyahut cepat, semata-mata ingin segera mengakhiri percakapan tidak penting ini.

"Oh ya?" Karen menampilkan raut terkejut yang dibuat-buat. "Terus ini apa, hah?!" Ia menunjukan sebuah foto kepada Meira memalui ponselnya.

Melihat itu Meira mengatupkan bibir rapat. Sialan! Apa sekarang ia akan dapat masalah lagi? Itu jelas foto dirinya dan Abi yang tersebar beberapa hari lalu.

"Kenapa diam, hem? Masih nggak mau ngaku?" sinis Karen.

"Terserah."

Alis Karen terangkat sebelah mendengar itu. "Waw, berani ya lo sama gue?"

Meira memandang lurus ke arah Karen. " Kenapa tidak?"

Karen sedikit terhenyak.

Bangsat, berani sekali cewek rendahan ini memandang matanya.

Karen jelas tidak menerima perlakuan seperti itu.

"Oke." Mengangguk pelan, Karen melirik sahabatnya.

"Tasya! Naila! Pegang cewek arogan ini! Cepat!" ujar Karen lantang. Naila dan Tasya segera melaksanakan perintah Karen.

"Apa-apaan ini?! Lepas!!" Meira berusaha memberontak ketika kedua tangannya dicekal. Tolonglah, Meira sedang tidak berselera berhadapan dengan siapapun. Ia lelah.

Beberapa orang mulai memperhatikan Meira. Mereka bergidik ngeri ketika melirik ke arah Karen.

Karen mendekat, mencengkram rahang Meira kuat. Ringisan pelan terdengar dari bibir Meira. Sungguh, ia tidak mempunyai tenaga lagi. Tubuhnya terlalu lemas hingga tak sanggup memberontak.

ABIRARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang