Chapter 3

14.8K 1.1K 42
                                    

Zwetta Pov'

Aku menyapu pandangan keseluruh penjuru rumahku. Entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Seusai mandi tadi, samar-samar aku mendengar derap langkah seseorang, namun saat aku mengeceknya tidak ada siapapun di dalam rumahku. Bahkan pintu depan dan belakang masih terkunci seperti biasa tak ada tanda-tanda pembobolan.

"Apakah mungkin aku hanya salah dengar?" Erangku merasa aneh dengan kejadian yang tak biasa terjadi.

Aku mencoba untuk berpikir positif mungkin memang pendengaranku yang sedang bermasalah. Setelah merasa semuanya aman, aku berderap menuju dapur untuk menyiapkan makan malamku. Sekalipun diriku adalah seorang psikopat, namun jangan ragukan kemampuanku dalam memasak. Berbagai resep masakan dari belahan dunia bisa aku kuasai dalam hitungan jam. Karena keistimewaanku yang memiliki IQ diatas rata-rata memudahkan aku dalam belajar hal-hal baru.

Kali ini aku menghidangkan masakan Italia. Tidak terlalu banyak hanya satu porsi Lasagna, Bruschetta, Risotto, Pana Cotta, Carbonara, Tiramisu, Aperetivo dan Vanila Latte.
Ah,membayangkannya saja sudah membuat air liurku nyaris mengalir.

Tak ingin menunda lagi, aku segera menyiapkan bahan-bahan yang akan aku masak. Beruntungnya ibu ku memiliki peralatan masak yang komplit, jadi aku tidak akan ketar ketir ketika memasak.

Setelah 1 jam, akhirnya makan malamku tersajikan. Seperti biasa aku akan memakannya didepan televisi bersama dengan kegelapan malam. Sendirian tanpa adanya teman. Dan hanya sinar rembulan yang menatapku riang. Andai dia masih ada disini mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi padaku.

aku mendesah, mengingatnya hanya akan membuatku goyah. Segala kerinduan yang tak terbalaskan. Memuncak dan memenuhi relung hatiku. Sungguh semua ini sangat menyesakkan.

"Mengapa kau tinggalkan aku, Bu? Hidupku sungguh hancur! mengapa kau setega ini,Bu!?"

Aku kembali meracau. Meratapi segala nasib yang terjadi dalam hidupku. Kehilangan sosok ibu sangatlah mengoncang jiwaku. Jiwa yang dulu tenang kini berubah liar. Andai bajingan terkutuk itu tidak hadir dalam hidupku dan ibu, mungkin saat ini aku bisa bernapas lega seperti gadis yang lain.

Namun semua itu hanya sebuah kata andai dariku. Kenyataan telah menjawab segalanya. Aku terlalu menyedihkan. Aku terlalu rapuh. Aku terlalu dalam menuju kegelapan. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Takdir telah memutuskan hidupku. Kegelapan adalah temanku.

Terkadang aku merasa bahwa takdir telah mempermainkan hidupku. Menjauhkan aku dari cahaya. Seakan segala keburukan adalah miliku. Bahkan semesta mendukung apa yang terjadi padaku. Sialan!

Prank !

"Kenapa semua ini harus terjadi padaku!!"

Aku membuang segala benda yang ada disekitarku. Tak peduli bagaimana keadaan rumahku nanti. Semua ini harus terbayarkan! Orang lain harus merasakan apa yang aku rasakan!

Aku tak peduli dengan hukum. Aku tak peduli dengan dosa. Ini adalah hidupku. Didalam lingkaran darah adalah nafasku. Menyakiti orang adalah tugasku!

"Saat nya bermain lagi"

Aku menuju kamarku untuk mengambil pisau andalanku. Ah,sepertinya aku tak akan memanggilnya andalan lagi. Aku akan memanggilnya Eagle. Karena Eagle memiliki mata pisau yang tajam. Setajam burung elang.

"Apa aku harus membawa kapak sebagai teman Eagle mencincang? tapi nanti orang pasti curiga"

Seketika aku ingat akan pecahan kaca diruang tengah. Mungkin aku akan menggunakan pecahan kaca itu daripada kapak. Ya aku akan menggunakannya.

"Semua sudah siap? Let's go to play!"

                          🔪🔪🔪🔪

Tepat pukul 00.00 pm, aku menjalankan aksi laknatku. Hahahahah, rasanya aku ingin tertawa sepanjang malam. Membayangkan wajahku dipenuhi dengan darah saja sudah membuat darahku berdesir.

My Mate Is Psychopath (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang