Chapter 37

3.9K 356 9
                                    

Buenas tardes!
Cómo estás?

Hari ini aku up lagi uhu😂

Happy reading🍃
****
Ditengah rintiknya hujan, Blevin merenung. Ia mengingat kembali kenangan-kenangannya bersama Zwetta. Begitu manis dan Ekstrim. Andai Ia tahu jika apa yang ia lakukan akan membuat Zwetta pergi, mungkin ia tak akan melalukannya. Hanya karena emosinya, Zwetta kehilangan sosok yang begitu berharga.

"Andai waktu bisa diputar. Aku tak akan melakukan itu semua"

Menyesal. Itulah yang saat ini Blevin rasakan, kembali. Selama 1 tahun ia berhasil melupakan perbuatannya, namun ketika melihat Zwetta ingatan itu kembali berputar. Begitu menyiksa batin, ketika wanita yang ia cintai terpuruk karenanya. Namun apa yang kini ia dapatkan? tak ada. Cinta untuknya telah sirna. Terbawa arus waktu yang terus berputar.

"Aku terlambat, niatanku untuk kembali bersamamu kini telah pupus. Kau telah berbahagia bersama adikku sendiri. Heh....dunia memang sempit" monolog Blevin dalam kesendiriannya.

"Jangan pernah bermimpi untuk bisa kembali bersamaku!"

Belvin menoleh. Ia tersenyum mendapati Zwetta yang menatapnya dengan dingin dan datar. Meskipun perkataan Zwetta begitu pedas dan tak ada nada persahabatan didalamnya, namun Blevin bersyukur setidaknya Zwetta masih bisa ia ajak bicara.

"Kau sedang apa?" tanya Blevin mencoba mencairkan suasana tegang yang terjadi.

"Menurutmu?"

"Kau tak merindukanku?"

"Aku? untuk apa aku merindukan seorang pembunuh sepertimu?!" tekan Zwetta diakhir kalimatnya.

Blevin tertohok. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Kalimat yang Zwetta ucapkan begitu menusuk dihatinya. Entah bagaimana ia menebus kesalahannya. Ia juga tidak tahu. Pikirannya begitu buyar tak karuan.

"Diam,hmm? oh iya, Terimakasih telah mengajariku membunuh dengan baik, guru!"

"Laurels, Ak...aku minta m....."

"Terlambat! Apa dengan mengucapkan maaf, ibuku bisa kembali?!"

Satu tetes air mata meluncur begitu saja dari manik biru itu. Menambah rasa bersalah dihati Belvin. Ia juga tak sanggup jika melihat wanita yang ia cintai menangis, terlebih lagi air mata itu jatuh karenanya.

"Heyy....Please don't cry, my love"

"JANGAN PANGGIL AKU DENGAN SEBUTAN ITU!" bentak Zwetta tak suka dengan panggilannya dulu yang ia anggap telah mati.

Bersabar dan memejamkan matanya sejenak, itu saja yang bisa Blevin lakukan. Ia memandang wajah cantik itu dengan hangat. Tanpa berkedip. Tanpa berjeda. Tak ada teriakan seperti tadi. Keduanya sama-sama terdiam dalam keheningan yang mereka ciptakan.

"Aku sungguh menyesal, Rels. Aku mohon, maaf kan aku..."

Tak ada sahutan. Zwetta terus saja meneteskan air matanya. Ia yang sekarang begitu terlihat rapuh dan tak berdaya. Berbeda dengan Zwetta yang begitu kuat dan tangguh. Jika saja Lucas berada disini, mungkin ia akan menonjok siapa saja yang membuat matenya bersedih.

"Apa tujuanmu kembali?" tanya Zwetta setelah beberapa menit terdiam

Blevin mendekat ketempat Zwetta saat ini. Ia berdiri 60 cm jaraknya didepan Zwetta. Kini ia bisa melihat dengan jelas wajah sendu Zwetta. Begitu menyayat batin dan jiwanya.

"Nothing"

"Kau berbohong, aku tau siapa dirimu melebihi ayah dan ibu"

"Baiklah kau memang yang paling mengerti aku. Aku ingin membawamu kembali dalam dekapanku"

My Mate Is Psychopath (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang