hujan dengan deras mengguyur kota itu, tak terkecuali pemuda yang sedang mendumal tentang cuaca yang kurang baik ini. tangan satunya ia julurkan untuk menyentuh tetesan air yang turun dari langit, sedangkan tangan satunya ia jadikan tumpuan untuk buku-bukunya yang tebal itu.
ia tersadar dari hanyutan pikirannya ketika melihat supir pribadinya keluar dari mobil menggunakan payung sambil berlari kecil, "tuan muda, maaf tadi supir nyonya tiba-tiba hilang, jadi saya harus mengantarnya ke butik dulu."
mendengarnya ia hanya menggeleng kecil, "tidak apa-apa. dan, mama pergi lagi?" lelaki perempat baya itu yang mendapat tatapan sendu hanya bisa tersenyum, "minggu depan ada teman nyonya yang menikah, sehingga beliau sibuk."
pemuda itu hanya mengangguk, lantas yang lebih tua merangkulnya, membawanya di bawah payung teduh berwarna hitam di bawah hitamnya langit yang sedang tidak bahagia.
mereka berdua akhirnya sampai di mobil dengan lelaki yang lebih tua hampir kebasahan, bagaimana pun, ia harus melindungi majikannya. pemuda itu, xiao dejun, menghela napas di jok belakang seraya menyimpan tumpukan buku dari tangannya. ia lalu menyenderkan tubuhnya dan menatap rintik hujan melalui jendela mobil.
sang supir hanya menatapnya melalui cermin navigasi dan menatap lelaki itu dengan sendu. tak berapa lama, mobil tersebut melaju, membelah ribuat rintik air hujan yang sedang turun.
keheningan menghiasi suasana mobil, lagipula setiap kali ia pulang, xaiojun hanya akan melamun bahkan harus disadarkan bila ia sudah sampai. seperti itu selama bertahun-tahun terakhir.
mereka berhenti di lampu merah, adanya gerakan inersia membuat tubuh kecil itu terhuyung ke belakang, tapi pandangannya tetap kosong.
lamunannya hilang ketika mendengar beberapa pemuda sedang bermain di pinggir jalan, dibasahi oleh hujan dan bernyanyi dengan riang. tak sadar, ada lekukan yang menghiasi wajahnya.
pandangannya jatuh pada pemuda dengan hoodie abu-abu tersenyum konyol sambil melompat-lompat membuat cipratan air di mana-mana sambil menghayati alunan lagu yang dimainkan. pemuda itu mendongak, menatap xiaojun dan tersenyum dengan lebar. xiaojun ikut tersenyum, menatap kembali lelaki tersebut.
kontak itu terputus ketika lampu sudah berubah berwarna hijau dan mobilnya melaju, dengan sigap xiaojun berdiri dan menatap ke belakang, lelaki itu di sana, dengan tawanya masih menatap xiaojun.
seiring melajunya mobil, ia kehilangan pemuda itu, tapi senyum itu masih terpatri di wajahnya dengan malu-malu. entah, rasanya ia bahagia sekali hanya melihat senyum dan tawa anak-anak itu, ah maksudnya, lelaki itu.
═════════════════
xiaojun dengan lunglai turun dari mobil, membawa barang bawaannya. ia melewati meja makan yang sudah diisi oleh keluarganya. ia menghela napas kembali ketika diisyaratkan untuk makan malam bersama. garis bawahi, makan malam bersama. ini adalah hal sakral yang terjadi di keluarganya. itu berarti ada hal yang penting yang harus dibicarakan. dan dari sekian peluang berita baik, tujuh-perdelapannya adalah berita buruk baginya.
pelayan di sana menunduk sambil mengulurkan tangannya ke xiaojun, menawarkan barang bawaannya dibawa oleh mereka, ia memutar bola matanya dan mencoba bersikap biasa saja.
dengan segala hal yang ia dapatkan di kelas sikap, ia makan dengan tegap dan berusaha dengan keras agar tidak bersuara. table manner yang menyusahkan. "baiklah, karena kita sudah berkumpul-
'here we go,' xiaojun mendumal ketika mendengar suara ibunya.
"—bulan depan akan ada pesta peresmian taeyong sebagai penerus kami." yang lainnya hanya menyimak, sedangkan dejun memasang wajah datarnya menatap makanan di depannya dengan tidak minat.
kakaknya itu, taeyong, sudah ditebak akan menjadi penerus perusahaan. sebenarnya ia tidak peduli dengan tektek bengek keluarga ini, hanya saja ia bisa memprediksi apa yang akan terjadi padanya di masa depan. dijodohkan.
alasannya cukup klise, setiap anggota keluarganya harus 'berguna' bagi perusahaan mereka, dengan tidak menjadi penerus saja adalah sebuah dosa, maka mau tak mau mereka harus dijadikan boneka pajangan yang akan disuguhkan pada keturunan perusahaan besar lain.
dejun akhirnya mengangguk dan mengangkat kepalanya, "sudah? aku selesai, aku baru saja pulang, aku lelah." ia lantas berdiri dan melangkahkan langkah lebar menuju kamarnya.
ketika sampai, ia bisa melihat beberapa pelayan di sana sedang memegang barang bawaannya tadi. ah, ia lupa bahwa ia melarang siapa pun masuk ke dalam kamarnya ketika ia sedang di rumah, dengan tergesa ia mengambilnya dan bergegas masuk ke dalam kamar.
tanpa melepas pakaiannya, ia melempar tubuhnya ke kasur empuknya dan menenggelamkan wajahnya di sana, merasakan nikmat ketika tubuhnya yang serasa remuk menjadi rileks.
ia lantas mengangkat kepalanya ketika teringat pemuda tadi di jalan, mengingatnya ia tersenyum dan kembali menyembunyikan wajahnya di bawah bantal.
'tampan sekali.'
tbc.
sincerely, jenosette.
¹³ ⁰⁸ ²⁰

KAMU SEDANG MEMBACA
kaleidoskop
Fanfictiona henxiao fanfiction. mereka mencoba membuat warna baru di kehidupan masing-masing.