PROLOG

733 42 1
                                    

Seorang pria berjubah hitam berumur kira-kira dua puluhan tengah berjalan mendekati wanita berbaju seksi yang duduk di kursi halte pinggir jalan yang sangat sunyi, sendirian.

Jubahnya berkibar terhembus angin menyelimuti dirinya dalam kegelapan. Rambutnya hitam kecoklatan terlihat acak dan lembut. Sementara wajahnya tampak pucat, matanya tajam dan tanpa ekspresi terlindung alis tipis serta bibir yang bertambah merah kedinginan.

Wanita itu luar biasa cantik dan seksi terlihat di bawah lampu terang. Kesunyian mendera mereka. Suara katak terdengar jarang.

Si pria tersenyum menebar pesona di hadapannya. Tanpa basa-basi langsung membelai rambutnya, menghirup baunya. "Malam."

Wanita itu menyeringai. "Malam, Tuan."

"Panggil aku Dion."

"Nama yang bagus."

Pria itu memegang tangan sang wanita. Lalu menciumnya dengan lembut. "Siapa namamu, Nona?"

"Sarah."

"Sempurna." Senyum pria itu melebar. Ia merogoh kantong celananya dan mengambil sebuah pisau warna emas unik dengan batu-batu permata aneh di sepanjang sisinya. Ia memandang sang wanita. "Kau cantik sekali."

"Terima kasih." Si wanita terpesona sampai tak sadar sebuah pisau mengancam di bawahnya.

Si pria langsung menusuk perutnya dengan kasar, keras dan tepat. Tanpa perhitungan rasa kemanusian, seperti malaikat pencabut nyawa. Ia tersenyum ketika wanita itu tak mengucapkan sepatah katapun dan kehilangan napas. Kemudian mencabutnya. Darah yang membasahi pisau tiba-tiba meresap dan hilang.

"Apa." Cattalina melihat kejadian ini di belakang si pria. Ia dari tadi sudah berdiri karena ia yang di tunggu sang wanita. Matanya tak percaya. Inikah mimpi ? tapi ia bisa merasakan ludahnya!

Si pria berbalik. Matanya seolah kaget, ia memandang Cattalina lebih dalam. Ia maju untuk menatapnya lebih jelas. Cahaya lampu dan rembulan jelas tidak cukup tapi tidak juga menipu pandangan malamnya. Cattalina, mata si pria seperti mengenalnya. Meski Cattalina mundur karena takut akan di lukai pula.

"Apa yang kau lakukan!" Cattalina terkejut. Mundur mencari keramaian. Tapi sulit karena itu sudah larut malam.

Si pria maju. "Delilah ?"

"Jangan mendekat! Jangan.." Cattalina bersiap lari dan berteriak sekencang mungkin. Namun saat ia ingin mengeluarkannya semuanya tertahan.

"Delilah ? kau kembali."

"Aku Cattalina bukan Delilah! kau membunuh Sarah!" Cattalina berlari menuju pos satpam terdekat. "Tolong!"

Angin melawannya berlari. Histeris, takut, bingung dan tak percaya. Cattalina terus berlari.

"Tolong!" jeritnya.

Tiba-tiba pria tadi muncul didepannya. "Delilah!"

Cattalina berhenti. Kakinya mulai kaku..

Pria itu membelai wajahnya. "Sayang, aku membutuhkanmu."

"Tolong!" Cattalina bertambah histeris. Ia berusaha berlari melewati pria itu. Tapi lengan kanannya berhasil di sambar. Ia jatuh ke dalam pelukan orang asing!

"Lepaskan aku!" kuku-kuku tajam Cattalina mencakar tangan yang mendekapnya. Tubuhnya jatuh ingin melepaskan diri. Namun si pria tak juga melepaskannya. Wajahnya mulai terperangkap dalam dada pembunuh itu. "Lepaskan aku!"

Si pembunuh menatapnya dalam. "Kau tidak berubah.."

Cattalina mencakarnya, memukul, menendang dan memberontak sekuat tenaga. Ia mendorongnya. Ia menjerit. "Kau tak bisa membunuhku! TOLONG!"

Jubah si pria berkibar dan menutupi mereka.

Suara teriakan dari arah barat mereka terdengar. Suara seperti tergopoh-gopoh. Mungkin mereka tahu ada yang minta tolong dan panik di buatnya.

Cattalina semakin menjadi-jadi. Ia mengeluarkan pisau lipatnya dan melukai tangan si pembunuh dengan cepat dan lihai dalam hitungan detik.

Pria pembunuh melepaskannya. Tangannya berdarah. Ia tertunduk menatap darahnya sendiri. "Darah."

"Tolong!" Teriak Cattalina berlari menuju arah suara yang datang. "Tolong!" jertnya tiada henti.

Si pria berusaha mengejarnya. Tapi ia terus menekan luka bekas tusukan pisau lipat Cattalina. Si pria berusaha mengejarnya. Ia terus menekan luka bekas tusukan pisau lipat Cattalina seolah anak kecil yang baru melihat cairan merah keluar dari tubuhnya. "Delilah!"

Cattalina tampak ingin manangis, takut, kebingungan. Ia bertemu beberapa pria dan satpam. Sontak, ia membaur dengan mereka. "Tolong... pembunuh.. Sarah.." napasnya terengah-engah dalam kebingungan. Pusing rasanya.

"Oke." Seorang satpam memegangnya erat. Ia panik pula, lalu memberi perintah. "Cepat cari orang itu!"

Mata Cattalina buram dan langsung pingsan.

*****

LONELY SOUL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang