18. Keluarga Yang Hilang

100 16 0
                                    

"Dani, aku ingin pulang." gumam Lina mengingat Om, tante dan sepupunya. "Aku ingin memastikan mereka baik-baik saja."

Daniel mengangguk. "Baiklah, Tuan putri."

Mobil itu segera memperlaju kecepatannya menuju rumah Lina. Di sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam. Daniel mengantuk karena hanya beberapa jam saja ia tidur tadi malam. Ia sama sekali kesulitan tidur, ia takut akan terjadi sesuatu yang buruk jika ia terlelap.

"Aku sungguh mengantuk." Katanya.

"Kau harus tidur dahulu." kata Lina.

"Tapi kita harus ke rumah sakit."

"Kita bisa menelpon dahulu apakah kakekmu sudah siuman atau belum."

Daniel merasa berat sekali untuk tidak ke rumah sakit. Tapi ia menyadari kantung matanya lebih berat dari apapun. "Kau harus bergantian menjagaku."

Lina hanya tersenyum kecil.

Setelah beberapa menit mereka di jalanana, akhirnya sampai di rumah Lina. Terlihat Nia sedang menyiram bunga mawar yang berada dalam pot di depan rumahnya.

Lina sama sekali tak tahu sejak kapan bunga mawar itu di depan rumahnya. "Mereka disini." ucapnya bahagia. "Aku lega."

Daniel berhenti di sisi jalan. Lalu keluar dengan berusaha mengangkat kelopak matanya. "Boleh kupinjam ponsel keluargamu, Sayang?"

"Jangan memanggilku sayang, kau membuatku ingat pada pembunuh itu." pinta Lina berjalan mendekati Nia.

Nia begitu bahagia. Ia langsung memeluk sepupunya itu. "Lina! Kami kira kau menghilang, darimana saja kau!"

Lina bingung dengan ucapan sepupunya. "Tapi kalian yang menghilang. Aku mencari kalian kemanapun."

Daniel merasa pusing.

"Mana om Irfan dan tante Vellia?" tanya Lina tak sabar.

"Ada di dalam."

Lina berlari memasuki rumah.

Daniel menatap Nia. Lalu bertanya. "Boleh kupinjam ponselmu?"

Nia tersenyum. Lalu menggoda. "Minta ponsel atau nomor ponsel hayo? buat apa sih nomor ponsel, hatiku

sudah untukmu."

Wajah Daniel berubah. Terkejut bukan main. Ia mengantuk menjadi segar bugar mendengar ucapan Nia. "Hey, Aku pacar kakakmu, adik kecil."

Nia sebenarnya hanya bercanda. Ia sangat ingin tertawa menatap raut wajah Daniel. "Aku tahu. Pakai saja telepon rumah. Ada di dalam." Tertawa lepas. "Kau ini lucu sekali."

Daniel mengerutkan dahi. Ia lantas mengikuti Lina masuk ke dalam. Bibirnya tersenyum ramah menatap Lina yang tengah duduk bersama Om Irfan dan Tante Vellia di sofa ruang tamu. Kakinya tertahan, ia merasa sangat tidak sopan masuk tanpa permisi.

"Daniel, kau boleh tidur di kamarku dulu." kata Lina menatap Tante Vellia. "Bolehkan Tante? dia tak tidur seharian karena melukis.

Tante Vellia mengangguk ramah. "Tentu saja. Kita semua sudah seperti keluarga."

Lina berdiri. "Ayo, Dani." berjalan ke dalam rumahnya menuju kamarnya. Ia rindu sekali dengan kamar kecilnya itu. "Kau mau mandi dulu atau.."

"Kau seperti petugas hotel sayang, bisakah kau memanggilku sayang?" bisik Daniel. "Aku mau tidur."

"Aku akan menceritakan sesuatu." kata Lina membuka pintu kamarnya. Ia berbalik dan pergi. "Masuklah dulu, Akan kuambilkan ponsel Nia."

Daniel memasuki kamar Lina yang bersih dan harum selayaknya bunga mawar yang mekar. Ia melihat perbedaan kamar Lina yang super rapi dengan kamarnya yang berantakan. Ia sendiri bingung dengan kondisi seperti itu padahal ia rajin mengemasi kertas-kertas bekas coretan desainnya, tapi entah mengapa selalu menumpuk kembali. Perlahan ia duduk di ranjang Lina. Benar-benar seperti di hotel. Ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang itu.

LONELY SOUL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang