teruntuk kebahagian dibalik hujan senja yang sempat tertunda, nampaknya kebahagiaan itu mulai tersemat kembali di jemariku. yang akan kugenggam utuh semampuku.
aku sempat kehilangan harapan, bahkan untuk melihat sepasang matanya dan spasi di antara kedua itu yang mampu membuatku bisu seketika. aku sempat kehilangan awan lembayung yang mewakili teduhnya cuaca. namun tidak pernah kukira sebelumnya, ia kembali.
sore ini, aku seakan tenggelam kembali dalam lautan dari rintik-rintik hujan rindu. katakan ini berlebihan, meski benar adanya. aku sampai tak tahu-menahu apa yang harus kuutarakan setelah sempat merasakan kehilangan.
"maaf." sepenggal kata yang justru kerap tergelincir dari bibir pucat pasinya.
aku menghela, masih mencari cara untuk membalas ucapannya.
"maaf, sampai detik ini aku buat kamu kecewa, arimbi" katanya terlihat mulai memainkan jari-jarinya, mau menggenggamku tapi ragu.
"aku salah gak bilang yang sebenarnya dari awal, aku egois malah cari cara biar kamu benci dan biar aku bisa mati rasa sama kamu." tuturnya makin memperjelas dan memutar kembali ingatanku tentang hal yang sudah terjadi. "aku gak sehar ──"
"daris," aku sudah tidak tahan, dan memutuskan untuk bersuara. "gak ada yang perlu disesali" lanjutku kemudian sembari menatap lekat-lekat netranya dengan penuh usaha agar pertahananku tidak runtuh begitu saja.
"aku udah cukup paham. apa yang kamu lakuin kemarin-kemarin aku paham semua" menjeda ucapanku lagi. "aku gak mau pertemuan kita setelah lamanya ini malah habis dengan acara penyesalan, jadi cukup. sebelum kamu minta maaf pun udah aku maafin" lantas wajahnya terangkat begitu mendengar ucapanku. dia menaruh senyum di wajah lesunya itu.
"arimbi,"
"hmm?" aku kembali memandangnya, sedang ia membuang pandangannya pada cakrawala di petang itu.
"ikan di laut banyak, cantik cantik pula. misalkan aku ikan jelek, kenapa kamu bisa-bisanya masih milih ikan kayak gini?" daris bertanya, entah dengan tujuan apa tapi dibuat seperti candaan.
"emang kenapa? apa ikan jelek berarti gak layak dipilih ya?" aku balik bertanya.
"tapi aku ini udah rusak, kamu gak malu?" wajahnya itu tertunduk.
aku memberanikan diri untuk meraih tangannya. "perjalanan masih panjang, daris"
"arimbi, aku mungkin gak pernah terang-terangan bilang ini. aku sayang arimbi, tanpa kamu tau dan tanpa isyarat. jangan pergi ya?"
dan sungai yang terbentang abadi
menggumpalkan asa diserta kicau burung nuri
selamat bertemu kembali!
biarkan awan meneduhkan kita sekali lagi