"masuk aja, nggak aku kunci"tak lama setelahnya, pintu berbahan kayu jati itu terbuka. menampakan sosok seorang ardaris gautama dengan wajah melasnya.
entahlah apa yang menyebabkan raut wajahnya menjadi seperti itu.
dia datang tidak dengan tangan kosong. tangan kanannya menggenggam sebuah plastik merah, tangan kirinya menggenggam benda tajam nan mengerikan, dan di tubuhnya melingkar sebuah tas pinggang berwarna merah hati.
"aku kupasin mangga ya?" tanyanya sehabis itu duduk di tepi tempat tidurku. belum kujawab, dia sudah mengeluarkan buah-buah mangga itu, dan mengupasnya.
"kan aku belum jawab..."
"ya, gak apa-apa, orang ini buat aku juga" dia terkekeh lalu menyodorkan potongan buah mangganya ke mulutku. "oh iya, coba liat tangan kamu"
posisiku yang sedang memunggunginya, sontak berbalik. "tangan?" kemudian daris menarik tanganku, dan menghela nafas.
"jam dariku hampir kamu kasih ke orang lain..." gumamnya sembari memperhatikan jam tangan yang melingkar di pergelanganku.
astaga, dia sudah tahu rupanya.
aku menghindari pandangannya, dan segera menarik tanganku darinya. "lagian..."
"aku sampai rumah jam sebelas loh," kata dia sambil menggaruk tengkuknya. biarpun cerita memalukan, dia kelihatannya tetap antusias. "tutup lensanya gak ketemu, kamunya juga gak ketemu" dia tertawa.
iya, dia tertawa, sedangkan aku tercengang sendiri. membayangkan keadaannya di jam sebelas malam kemarin. selarut itu hanya karena mencariku. katanya daris menggunakan angkutan umum sehingga bisa sampai di rumah. sama ceritanya. meminta orang lain untuk bayar ongkosnya.
aku hanya tertawa saja mendengar dia bercerita sambil terus sibuk mengupas dan memotong buah mangganya di sebelahku.
bayangkan saja, andai daris tidak pulang malam itu.
