angin di malam itu dingin.
berkali-kali jendela kamar kubuka dan kututup lagi, namun anehnya justru aku merasa kegerahan. angin malam itu bahkan lebih terasa menusuk dibanding angin air conditioner di kamarku.
entah kenapa aku terjaga malam itu. seakan seperti seharian ini aku hanya tertidur dan malamnya malah terjaga. rasa kantuknya perlahan hilang, manik mataku tak bisa terlepas dari layar ponsel.
iya, masih mempertanyakan. apa benar daris menelponku sebanyak itu?
"daris nyariin? ah, gak mungkin, paling kepen-" ucapku seraya menarik selimut sampai menutupi setengah dari tubuhku. "-tapi masa kepencet sebanyak itu?"
aku meraih ponselku yang sebelum kutaruh di meja rias.
"udah, stop! gak mungkin mending tidur aja" monolog-ku seraya berusaha keras mendorong jiwaku untuk tenggelam di alam mimpi.
perlahan aku mulai merasa jauh dari alam sadarku. mungkin karena terlalu lelah hari ini, menghabiskan waktu hampir seharian di luat rumah ditemani oknum adarel.
tak lama setelahnya,
drrtt!
apakah daris mencari mati? aku menunggu daritadi namun nihil, giliran di saat seperti ini baru dia menghubungiku. tentu, ini sudah pukul sebelas lewat sekian menit, bagaimana tidak kesal!
aku memutuskan untuk tidak terlalu banyak berasumsi, lain kata 'gak mau ribet'. membuka mata lalu bangkit dari kasurku.
meraih ponsel dan kulihat rupanya benar. panggilan dari daris.
"apa sih? bercanda ya dia?"
aku mengusak wajahku, lebih memperjelas pandangan untuk memastikan sekali lagi apa benar panggilan itu dari daris.
dan, benar. memang tertulis nama daris disana. sejujurnya, aku belum menghapus semua yang bersangkutan dengannya.
aku menarik nafas dalam-dalam, bersiap mengangkatnya. kedengaran berlebihan tapi jika tidak seperti ini aku pasti -cemen.
"h-halo? daris?" aku berucap dengan segala keberanian palsuku.
"hai, ganggu ya?"
"nggak, by the way ada -"
tunggu, ada yang ganjal disini.
"ini bukan daris, ini dildar"