"ibu, ada arimbi!" tanganku ditarik paksa sampai-sampai tubuhku hampir terhempas.
memang sudah menurun dari ibunya. parasnya elok sekali, lembut bicaranya, terkadang sambil menyempatkan membelai rambutku. itu hukum alam, buah yang jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya, benar ya rupanya.
kalau dihitung, sudah hampir setengah tahun aku tidak memijakkan kakiku di rumah ini lagi. rumah bernuansa putih hijau, baru masuk saja sudah disambut guci-guci cantik yang ditata begitu apik. aku disuruh duduk di sofa berwarna jingga kekuningan, dan daris kelihatannya sudah sibuk dengan cangkir-cangkir teh di dapur sana.
dia sangat senang mempertemukanku dengan ibunya, biarpun itu bukan kali pertama bertemu. lihat, ini bukan daris yang dikatakan orang-orang!
"nih, arimbi, cobain kue keranjang. kemarin habis imlek, tetangga banyak yang ngasih" bicara ibunya bersemangat, menyodorkanku kue keranjang khas hari raya imlek. "ngomong-ngomong, kamu tahun depan lulus ya?"
aku mengangguk santai, "iya, kalo aku tk-nya nggak telat, bisa lulus bareng daris tahun ini" balasku sembari tertawa kecil.
kemudian daris datang, membawa nampan berisi cangkir-cangkir cantik yang diisi cairan coklat kemerahan disana. asapnya terlihat melambung di udara. sepertinya sangat pas di cuaca tepat delapan belas derajat.
"kamu beneran mau ikut aris pindah ke jakarta?"
ucapan ibunya mendadak membuat tenggorokanku serasa tertusuk. "uhuk! m, maksud ─"
"ibu! ng, nggak kok, bu. kita cuman mau jalan-jalan ke jakarta tahun depan. iya, 'kan, arimbi?" daris terlihat gelagapan, dia memegangi kedua tangan ibunya yang melipat di pangkuan.
aku pura-pura tidak mengerti, dan lebih memilih menghiraukannya. setelahnya, daris banyak membungkam dan tatapannya menjadi kosong. jadi aku dan ibunya yang banyak berbicara.
sebenarnya apa sih, yang dia pikirkan? memangnya bandung dan jakarta sejauh apa?
