bandung, 2012
di hari penghujung bulan kesembilan, bertepatan di akhir pekan. aku dan daris sudah punya rencana dari jauh-jauh hari.
dan, benar. pagi sekali, bahkan terlalu pagi, dia datang dengan begitu antusiasnya sambil membawa-bawa kamera baru yang menggantung di lehernya.
bayangkan saja lah, orang yang katanya sangat introvert, dan apa yang aku lihat dari sikapnya semakin hari semakin bertentangan. sungguh.
dia menggenggam dua gelas akua dingin dan dua lembar tiket dengan susunan alfabet yang bertuliskan bandung air show 2012.
"kayaknya gak mungkin kalo kita naik angkot, bi. tempatnya jauh, harus naik bis" ujarnya setelah menyalimi bundaku.
dia lebih tua dua tahun dariku, jadi aku menganggap dia lebih paham. dan aku hanya mengangguk, "yaudah, mau naik angkot atau sepeda juga gak masalah"
aku dan daris berangkat setelahnya, naik bis kota yang harganya masih cukup murah. buat remaja umur delapan belas tahun dan tujuh belas tahun masih termasuk murah.
pemandangan pagi memang paling terbaik, belum terkontaminasi oleh asap-asap pencemar. ataupun para sampah masyarakat.
ini kota bandung, jangan main-main sama suhunya. untung daris berinisiatif. entahlah, bagaimana caranya dia tetap memastikan aku tidak kedinginan di pagi itu.
hampir sampai di tujuan, memang sangat ramai. jadi aku mengerti alasan daris mengajakku berangkat lebih pagi.
kebanyakan keluarga-keluarga yang tujuannya ingin berekreasi. apalagi saat itu akhir pekan.
+"coba, berdiri disitu aku foto" ucap daris sambil menunjuk-nunjuk, menyuruhku untuk berpose layaknya model. keren pada masanya.
namanya juga arimbi, memangnya pernah tahu malu? ya, aku nurut saja.
tapi tiba-tiba orang bergerombol berlari ke satu titik, rupanya acara sudah dimulai. dan daris kelihatan kebingungan.
"kenapa?" tanyaku menghampirinya yang terlihat sedang frustasi.
"tutup lensanya hilang," katanya semakin frustasi. wajahnya sampai memerah.
dia keliling, kemana pun itu mencari-cari tutup lensanya. wajar, dia baru beli. tidak peduli ketinggalan acaranya, yang penting ia dapat tutup lensa kameranya kembali.
aku membuntutinya terus, namun akhirnya wujudnya menghilang dari pandanganku. mengerti, 'kan?
aku kehilangan daris, sedangkan aku dan dia tidak memegang ponsel sama sekali.
hanya menerka-nerka fatamorgananya, berlari, dan rupanya bukan dia.
to be continued
part cerita ini berdasarkan kisah nyata yang diambil dari pengalaman ayah dan mamaku di jakarta air show 1996.
aowowkowkw