18

753 119 11
                                    

"mungkin ada yang mau diomongin, bi. siapa tau tentang daris" pemuda berparas jangkung itu melontarkan opininya, sambil sesekali mengusap-usap lengannya moga memberi kehangatan.

dua pasang tangan terlihat menampung air tuhan di sela-sela kegiatan bernaung dari hujan halau mentua. satu-satunya halte bis di sepanjang jalanan itu kini minim manusia, entah karena hujan atau apa.

"maybe, tapi kan udah diceritain, rel. apa yang waktu itu daris bilang sama aku?" oknum lain kini bertanya, rautnya menggambarkan keresahannya saat ini. dibalas anggukan.

ah, melelahkan bagi arimbi. sempurna digeluti banyak hal dalam benaknya.

arel kini menoleh setelah sebelumnya menghempaskan genangan air yang memenuhi lekukan telapak tangannya. wajah yang jauh lebih tenang disanding gadis di sebelahnya itu, sejak tadi menggerutu tidak jelas.

"yaudah, bi, gak usah banyak ngeluh," arel berucap, lantas tertawa renyah yang berakibat pada perubahan rautnya. "hidup udah ribet, gak usah kamu bikin ribet lagi" oceh arel kayak yang paling bener aja, pikir arimbi.

arimbi termenung. tidak, bukan kembali mempermasalahkan kak dildar yang mengajak bertemu itu.

mengerti, 'kan? rindu dianalogikan sebagai kisah romansa klasik yang entah kapan habisnya.

sabtu yang lengang, tanpa kehadiran surya. yang biasanya dikeluhkan, padahal paling dibutuhkan. tapi hujan bukan masalah. sejuk. untuk pukul dua di siang bolong seperti ini, cuacanya terbilanh cukup sejuk. masih ada sisa dua jam untuk arimbi bersiap bertemu kakak tertua daris, dildar.

beruntung, bis yang ditunggu tiba. untuk hari ini, arimbi pulang lebih dahulu daripada arel.

+

arimbi sudah siap.

tepat pukul empat sore lewat sedikit, dengan pakaian sederhana. tak perlu repot untuk terlihat menarik, toh mungkin hanya bincang-bincang tak perlu. beberapa saat setelahnya, sosok pemuda yang entah bisa dibilang asing atau tidak pun tiba. yang jelas arimbi tidak pernah begitu dekat dan banyak berbincang dengan oknum itu.

tak kalah sederhananya, pemuda itu menyeringai. "hai, gimana kabar?" ucapnya seakan sudah kenal begitu baik sebelumnya. padahal ... ya, bukan masalah sih.

"alhamdulillah baik, kak, kalo dar ... m-maksudku, kalo kak dildar gimana?"

"ya, kayak biasanya aja. by the way," perkataannya terjeda bersamaan dengan suara mesin motor berukuran besar itu terdengar bergemuruh. kakak-beradik selera motornya jauh berbeda rupanya. "gak keberatan, kan?" lanjutnya.

"ah, e-enggak, kak! santai aja!" arimbi menempati jok belakang motor milik dildar itu.

pikirannya masih terkocar-kacir, memikirkan akan seperti apa nanti dan ia tak tau pasti.



to be continued

AWAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang