Aiden baru kembali ke apartemennya lewat tengah malam. Badannya capek sekali. Memulai bisnis di Indonesia ternyata tidak semudah di Singapura. Terlalu banyak birokrasi rumit yang harus ia lalui demi mendapat kepercayaan rekan-rekan baru yang potensial.
Hampir dua dekade bergelut di dunia kontraktor listrik membuat namanya cukup dikenal. Dunia kelistrikan lingkupnya ya di situ-situ saja. Aiden banyak mengenal orang dari bidang yang sama dan bertemu lagi di sini. Kali ini perusahaannya sedang berusaha mendapatkan deal kerja sama pekerjaan instalasi listrik baru di sebuah pabrik pembuatan mobil. Pekerjaannya sih biasa saja. Sudah bertahun-tahun ia mengerjakan instalasi listrik baru sejenis itu. Hanya saja, kali ini kliennya menginginkan panel surya sebagai sumber tenaga listrik di pabrik mereka. Dibutuhkan dua juta panel surya dengan kualitas tertentu agar proyek ini dapat berjalan. Sedangkan tidak banyak produsen yang dapat memenuhi standarnya.
Selesai mandi, Aiden mengambil baju di kloset dan mendapati kalau persediaan bajunya sudah habis. Yang tersisa hanya kaos dan celana pendek bekas semalam. Dia tidak punya mesin cuci di apartemen. Belum sempat beli juga. Tidak ada pilihan lain selain keluar untuk laundry.
Ketika sedang mengeluarkan baju kotor dari koper yang belum sempat dibongkarnya sejak dari Swiss seminggu yang lalu, ia menemukan sebuah sepatu perempuan yang haknya sudah patah. Hanya satu sisi. Ia tidak menemukan sepatu sisi satunya.
Milik siapa, ya?
Aiden coba mengingat-ingat. Beberapa detik kemudian senyumnya terbit.
Sepatu ini milik Amelia.
Ingatan tentang ciuman mereka di Swiss membuat senyum Aiden makin lebar. Ciuman itu indah di awal, namun menyebalkan di akhir. Aiden ingat kalau dia sampai harus mandi air dingin tengah malam gara-gara Mia.
"Et elle rappelle jamais (Dan dia tidak menghubungiku lagi)." Gerutu Aiden dalam bahasa Perancis.
Ia memindahkan sepatu rusak itu ke dalam sebuah lemari kaca, dimana ia menyimpan beberapa koleksi parfum miliknya. Sepatu itu ia anggap sebagai kenang-kenangan. Siapa tahu takdir membawanya bertemu pada si pemilik sepatu. Kalaupun bertemu, entah apa yang akan ia lakukan pada cewek itu.
Usai memasukkan semua baju kotor ke dalam kantong, ia mengambil kunci lalu keluar dari apartemen.
***
Aiden baru turun dari mobil dan mendesah lega karena tempat laundry yang ia datangi ternyata sepi. Setelah setengah jam berkeliling, akhirnya ia menemukan satu tempat laundry yang buka 24 jam.
Di dalam sana hanya ada satu pelanggan. Cewek. Sebuah motor matic diparkir di depan tempat laundry.
Sebuah lonceng berdenting saat pintu tempat laundry dibuka oleh Aiden. Hanya satu mesin yang sedang beroperasi, milik si pelanggan cewek yang ia lihat tadi. Cewek itu duduk membelakanginya. Saat Aiden berjalan melewati cewek itu, barulah Aiden menyadari kalau si cewek yang dilihatnya sedang serius mencatat. Dua buku tebal dan beberapa jurnal terbuka sekaligus di atas meja. Kepalanya sedang menunduk, benar-benar serius. Aiden sempat mengintip kalau tulisan tangannya sangat berantakan sampai ia tidak bisa memahami isi tulisan itu. Rambutnya yang hitam dicepol sembarangan di atas kepala agak berantakan. Beberapa helai rambut keluar dari ikatannya. Sebuah kacamata bulat bertengger di hidung. Aiden tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas.
Cewek itu mengenakan kaos putih agak tipis. Kaos itu mencetak bayangan bra merah di baliknya. Bawahannya hanya berupa celana sport kuning super pendek, memamerkan kedua kakinya yang ramping dan jenjang. Aiden tahu kaki cewek itu jenjang meski ia duduk sambil menyilangkan kaki di bawah meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
trouble [selesai]
RomanceMia, si dedek koas yang terpaksa jadi sugar baby demi membiayai cita-citanya buat jadi dokter spesialis forensik. Ini gara-gara dia nekat menolak dijodohkan di kampung hingga membuat orangtuanya mogok membiayai sekolah. Aiden, si om-om bule dengan l...