35 | SLEEP, CHÉRI

54.3K 6.5K 556
                                    

Sori, baru up jam segini. Kalo weekend emang rada susah cari waktu buat up. Semoga kalian suka, ya...

***

Fabian menyeberangi ruangan untuk menghampiri istrinya yang sedang menunduk di samping Mia. Wajahnya dipenuhi kecemasan. Satu tangannya menenteng jas hitam, sedangkan lengan kemejanya sudah dilipat sampai siku.

"Kamu nggak papa? Ada yang luka?" Fabian setengah berjongkok di depan kursi Ullie.

Ullie masih menunduk. Ia merespon pertanyaan Fabian dengan sebuah gelengan singkat. Dia kira Fabian akan sangat marah padanya, ternyata tidak sama sekali. Mood swing Ullie berubah dengan cepat. Kalau tadinya dia takut, sekarang ia mendadak kesal. Egonya ingin ngelunjak. Jadi dia mendengus kesal di depan Fabian, merasakan emosi naik ke ubun-ubun.

"Lo berdua kalo berantem kenapa di jalan, sih?" Galang berdiri di belakang Fabian, tak habis pikir dengan keributan yang ditimbulkan oleh adik kandung dan adik pungut Anton ini.

"Lagi macet, mas. Nggak keburu minggir." Jawab Mia.

"Gara-gara lo berdua, jalanan makin macet. Kerusuhan kalian sampe disiarin radio se-Surabaya! Bikin malu aja!"

Ullie dan Mia kompak menghela napas.

"Mas Galang ngasih tau mas Anton juga?"

Galang menggeleng, "Kalo gue ngasih tau dia, lo berdua bakal habis. Gue cuma ngehubungin Bian sama Aiden aja. Lo berdua kan tanggung jawab mereka."

Mia memperhatikan semua orang yang berkumpul di seberang ruangan. Gie sedang berdiskusi dengan Pengacaranya di sebelah Aiden. Sesekali Aiden menoleh untuk merespon ucapan Gie. Sayang sekali Mia tidak dengar apa yang sedang mereka bahas.

Istri Galang itu mengenakan gaun midi bermotif bunga keluaran Chloé. Gaunnya tanpa lengan dan berpotongan rendah di bagian punggung. Selama Mia mengenal Gie, cewek itu suka sekali pamer punggung. Untungnya punggungnya putih mulus mirip pantat bayi. Kadang-kadang muncul keinginan terpendam untuk memiliki tubuh seindah Gie, yah... kalau bisa dompet setebal Gie juga.

Selain gaun floral selutut, Gie memilih sandal warna emas dari Gianvito Rossi sebagai alas kaki. Kedua matanya terlindung kacamata berbingkai heksagonal dari Linda Farrow. Jika ditotal, penampilan Gie dari atas sampai bawah sudah seharga biaya hidup Mia selama setengah tahun di Surabaya. Ini masih belum dihitung tasnya Gie, lho. Kebetulan hari ini Gie tidak membawa tas, jadi tidak masuk totalan.

Rachel? Berdiri bersebelahan dengan Gie seperti saat ini?

Cewek itu mana ada apa-apanya. Jurang pemisah di antara mereka masih kelihatan terlalu lebar. Kalau disandingkan, Gie mirip seorang Putri Bangsawan, sedangkan Rachel mirip pengurus kandang kudanya. Apalagi dengan penampilan awut-awutan serta bekas luka memanjang di pipinya akibat goresan cincin Mia.

Gie mengangkat kacamata berbingkai tak biasa yang ia kenakan ke atas kepala. Begitu melihat penampilan acak-acakan Mia dan Ullie, serta tangis sesenggukkan Rachel, ia mendesah dramatis seraya menatap sang Pengacara.

"Gie mau dua cewek di sana bebas tanpa catatan kepolisian." Ujar Gie dengan suara rendah. Dua cewek yang dimaksud adalah Mia dan Ullie.

"Saya mengerti. Masalah ini nggak berat, kok. Tergantung dari dianya." Sang Pengacara menunjuk Rachel yang masih menangis di lengan Aiden dengan dagu.

Gie mencondongkan tubuhnya sedikit pada Aiden sambil melipat kedua tangan di depan dada, "Koh Bian keliatan khawatir sama Ullie. Dateng-dateng langsung nyamperin istrinya. Kok kamu malah di sini?" Hidung Gie berkerut tak suka pada adegan sinetron yang sedang terjadi di depannya ini.

trouble [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang