Peserta makan malam hari ini memang tidak sebanyak saat acara lamaran dengan Doni waktu itu, namun entah kenapa malah berhasil membuat Mia berkeringat dingin lebih daripada kemarin. Semua orang ngobrol akrab, hanya dirinya yang diam seribu bahasa.
Mama Ullie-Anton dan Mamah Mia saling bercerita tentang anak-anak mereka, sesekali dicampur dengan pembahasan tentang makanan khas daerah masing-masing. Anton makan lahap sambil main hp dan senyum-senyum sendiri, kelihatannya sedang bertukar pesan teks dengan Elsa. Lain halnya dengan Abah dan Aiden yang sedang membahas tentang budidaya ikan Arwana. Belakangan Abah suka sekali dengan ikan itu. Beliau berencana untuk membudidayakan ikan Arwana sebagai pengisi waktu luangnya selama pensiun.
Mia hanya memutar-mutar sendok di piring. Dia tidak nafsu makan. Padahal Hj. Uway sudah memasakkan kepiting saus padang kesukaannya. Jumlah kepitingnya juga sudah bertambah. Pasti tadi siang Abah dan Mamah ke pasar. Udang yang dipesan Aiden tidak jadi dipanggang, melainkan dimasak dengan mentega serta bawang putih. Aiden sudah habis lima ekor. Dia benar-benar suka udang.
Mia menghela napas berat.
"Ada apa?" Aiden yang duduk di sebelahnya langsung bertanya. Ia sadar kalau Mia tiba-tiba diam sejak pulang dari rumah sakit.
Mia menggeleng. "Nggak nafsu makan. Ngantuk. Pengen bir." Bisik Mia.
Anton menyenggol lengannya, "Orang ngantuk minum kopi. Kamu malah bir, kebiasaan."
Mia menghela napas berat lagi. "Dibuang, mas?"
Anton menggeleng, "Tak simpen di bagasi mobil."
"Kena panas ntar meledug lah, mas!" Mia heran dengan cara berpikir Anton yang suka nyendat-nyendat. "Kan ada alkoholnya!" Mereka ngobrol sambil berbisik, takut ketahuan H. Moris.
"Iya nanti aku keluarin, tenang aja." Anton balas berbisik.
"Apa yang dikeluarin?" Mama Ullie bertanya.
Jantung Mia hampir copot saat mendengarnya. Seisi meja makan jadi hening. Semoga mulut Anton bisa diajak kerjasama dan tidak asal nyeplos terlalu jujur seperti Ullie, adiknya.
"Nggak, ma. Si Mia anu..." Anton gelagapan.
Mia menunduk dalam-dalam, otaknya lagi tidak ada inspirasi untuk menciptakan sebuah kebohongan.
"Oleh-oleh." Ujar Aiden tiba-tiba. Semua orang menatapnya. "Tadi saya minta tolong Anton untuk ngeluarin oleh-oleh buat kalian semua dari mobil."
"Ohh..." Mama Ullie melanjutkan makan.
Mia masih memandang Aiden. "Kapan beli oleh-oleh?" Ia heran karena tadi mereka tidak mampir kemanapun untuk beli oleh-oleh.
"Saya minta asisten saya untuk beli kue tadi siang. Terus saya baru ingat sekarang."
"Waduh, mah." Kedua mata H. Moris agak menyipit saat melihat layar hp di tangannya. "Penerbangannya lebih cepat besok. Jam lima pagi." Lanjut Abah.
"Wah, nggak sempat beli oleh-oleh." Hj. Uway kelihatan kecewa.
"Ada kue di mobil, itu aja oleh-olehnya." Cetus Mia.
"Biar saya ambilkan." Anton sigap berdiri, menganggap itu adalah waktu yang tepat untuk memindahkan bir-bir Mia ke tempat lain.
"Ngomong-ngomong, Aiden kapan mau bawa keluarganya ke Sampit?" Tanya Hj. Uway.
Mia menggaruk pelipisnya. Sejujurnya sampai detik inipun dia masih bingung harus menerima lamaran Aiden atau tidak. Dia memang suka Aiden, tapi perbedaan mereka berdua agak mustahil untuk diabaikan. Mia tidak mau terlena hanya gara-gara cinta. Jadi budak cinta dr. Irwan seperti kemarin sudah cukup jadi pelajaran. Tidak akan ada kedua kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
trouble [selesai]
RomanceMia, si dedek koas yang terpaksa jadi sugar baby demi membiayai cita-citanya buat jadi dokter spesialis forensik. Ini gara-gara dia nekat menolak dijodohkan di kampung hingga membuat orangtuanya mogok membiayai sekolah. Aiden, si om-om bule dengan l...