Seharian Mia muram. Dia tidak tidur di kamar mayat karena tadi malam dia dapat tidur yang cukup. Bangun pagi dengan tubuh segar namun suasana hati tidak menentu. Selesai kelas dia langsung pulang, ingin tidur-tiduran sambil meratapi nasib.
Lamaran Aiden masih memenuhi kepalanya. Mia jadi tidak nafsu makan dan kehilangan konsentrasi belajar. Bahkan saat mobil Anton masuk ke halamannya, Mia masih tidak sadar.
"Dek?"
Mia menoleh, "Ha?" Ekspresinya kosong. Dia sedang duduk-duduk di sofa ruang tamu tanpa melakukan apapun. Hanya termenung.
"Sakit?" Anton menyeret koper ke ruang tamu, lalu duduk di sebelah Mia. Ia meletakkan telapak tangan ke dahi sahabat adiknya itu. "Nggak panas."
"Mas Anton pernah nggak sih, suka- maksud gue sayang sama orang, tapi nggak mau nikah sama dia?" Tanya Mia tiba-tiba.
Anton mengernyit heran. "Kalo sayang, kalo cinta, bukannya malah pengen nikah? Kecuali kalo secara finansial belum stabil atau kehalang restu orangtua."
Mia menghela napas berat.
"Kenapa, sih? Berantem sama Aiden?"
Mia menggeleng, "Bingung, mas."
"Bingung kenapa? Kan udah direstuin sama abahmu."
"Menurut mas Anton, om Aiden itu orangnya gimana?"
"Layak kok dijadikan suami. Mantap. Tajir."
"Jangan diliat dari tajirnya doang lah, mas! Secara menyeluruh."
Anton berpikir sebentar, "Aku nggak kenal-kenal amat sama dia, dek. Jadi nggak tau mau jawab apa. Kenapa? Kamu tiba-tiba nggak yakin?"
"Bukan tiba-tiba. Dari awal juga udah nggak yakin sama dia."
"Eh, itu gimana ceritanya kalian bisa pacaran? Terakhir kali aku kesini, kalian masih belum ada hubungan apa-apa, kan?"
Mia menggeleng. "Nggak tau, deh. Tiba-tiba dia ngebet minta kawin." Sampai matipun Mia tak akan memberi tahu siapa-siapa kalau Aiden dan dirinya terlibat perjanjian sugar dating.
"Lah terus gimana, tuh? Kan keduluan dilamar, abahmu juga keliatannya bersedia. Kamunya nggak mau, piye?"
"Nggak tau, mas. Pusing."
"Lagian kamu ini kenapa nggak mau? Apa yang bikin kamu nggak sreg sama Aiden?"
"Mas Anton kan tau dia bule. Budayanya jelas beda. Terus-" Mia menggigit lidahnya sendiri. Kalau dia menjelaskan, bisa-bisa penjelasannya berujung pada kontrak perjanjian mereka. Aduh, serba salah sekali.
"Tapi dia keliatan serius sama kamu lho, dek."
"Gue tau. Tapi hati gue ada yang ngeganjel terus, mas."
"Kamu suka dia, nggak?"
"Suka."
"Sayang?"
"Sayang."
"Cinta?"
"Mungkin."
"Yaudah. Nikah, sana!"
"Tapi-"
"Kamu itu mbok ya yang tau diri, dek. Ada cowok yang jelas-jelas mau sama kamu, orangnya baik, mapan, bersedia pindah agama demi kamu doang, terus dateng ngelamar kamu langsung ke orangtuamu. Laki-laki yang model begitu jarang ada, lho. Terus kamu sia-siain." Anton memandangnya dengan tatapan heran, "Kamu ndak liat aku tah? Susah payah bikin Elsa klepek-klepek sama aku. Kamu ndak tau rasanya berjuang, sih!" Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
trouble [selesai]
RomanceMia, si dedek koas yang terpaksa jadi sugar baby demi membiayai cita-citanya buat jadi dokter spesialis forensik. Ini gara-gara dia nekat menolak dijodohkan di kampung hingga membuat orangtuanya mogok membiayai sekolah. Aiden, si om-om bule dengan l...