Aaaak, telat up.
Kalo ada yg bisa nebak apa yg bakal terjadi di part yg ini, berarti kalian huebat!
Ini seharusnya jadi dua part. Senin dan Selasa.
Tapi kok nanggung banget diup satu-satu padahal udah jam segini.
Sekalian, deh.
***
Malam itu, selagi Mia menunggu Aiden pulang, ia memberanikan diri untuk mencari berita tentang dirinya. Sejak kembali dari rumah sakit, Mia duduk di ruang tengah sambil menonton acara berita di TV.
Pukul lima sore tadi, muncul berita klarifikasi Rachel tentang kebohongannya pada publik di TV nasional. Dia mengonfirmasi kalau anak yang sedang dikandungnya bukanlah anak Aiden lewat konferensi pers. Dia memang hamil, tapi kemudian keguguran. Bukan anak Aiden. Aiden hanya mantan pacarnya. Sedangkan anak yang kemarin dikandungnya adalah anak dari pesinetron Randy yang saat ini tengah naik daun.
Sumpah. Mia sampai harus mengucek mata dan mengorek telinganya berkali-kali karena khawatir salah dengar.
Apa membuat drama kontroversial adalah spesialisasinya Rachel, ya?
Halah. Bodo amat. Yang penting Aiden tidak disangkut pautkan lagi dengannya.
Meskipun Mia sebodo amat di luar, rasa penasarannya masih belum terpuaskan. Buru-buru ia meminjam Ipad dari meja kerja Aiden agar bisa mem-browsing berita tentang mereka. Hasilnya, selain video konferensi pers Rachel kemarin dan yang sekarang, tidak ada berita apapun lagi tentang Mia dan Aiden. Video perkelahian di jalan dengan Ullie juga sudah tidak ada.
Seberapa seringpun Mia mengganti kata pencarian, ia tidak menemukan apa yang dicarinya.
Hilang.
Lenyap.
Nihil.
Bersih.
Dalam kurun waktu relatif singkat. Begitu saja.
Mia menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa, merasa tak percaya dengan apa yang terjadi.
Secanggih apa orang-orang yang disewa oleh Aiden, Gie, dan Fabian sampai bisa membungkam mulut netizen Indonesia yang julidnya mengalahkan pedasnya cabe rawit itu?
Pintu depan dibuka. Aiden masuk tak lama kemudian. Panjang umur sekali dia.
Uh oh. Wajah tampannya ditekuk. Kenapa lagi, nih?
Mia otomatis berdiri untuk menyambutnya.
"Orang muslim kalau datang biasanya pake salam." Tegur Mia. Baru kali ini dia berani menegur Aiden. Sebelum-sebelumnya dia masih lupa kalau Aiden sudah jadi mualaf.
"Assalamualaikum, chéri." Meski aksennya masih kental, mendengar Aiden mengucap salam untuk pertama kali tetap membuat telinga dan hati Mia jadi adem. Apalagi kalau ditambah embel-embel 'sayang'. Mia membalas salam Aiden dengan suara pelan.
"Emang boleh pake embel-embel 'chéri'?" Mia mengernyit, tiba-tiba bingung. Jujur, saking tidak religiusnya Mia, dia sampai sulit membedakan. Mungkin otaknya sudah keruh oleh bir.
Aiden hanya mengedikkan bahu. Dia juga belum menanyakan ini pada guru agamanya.
"Kenapa muka om asem banget? Ada masalah lagi?"
Diingatkan tentang masalah, Aiden reflek mendengus. Suasana hatinya sedang buruk. Amat buruk. Sesorean tadi dia uring-uringan.
Seakan mengerti apa yang sedang Aiden rasakan, Mia memilih untuk menunda rasa penasarannya. "Mandi, gih. Saya siapin makan malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
trouble [selesai]
RomanceMia, si dedek koas yang terpaksa jadi sugar baby demi membiayai cita-citanya buat jadi dokter spesialis forensik. Ini gara-gara dia nekat menolak dijodohkan di kampung hingga membuat orangtuanya mogok membiayai sekolah. Aiden, si om-om bule dengan l...