Aiden sebenarnya ingin sekali tidur karena sadar ia tak akan bisa menikmati film. Selama ini, film genre apapun belum ada yang berhasil menarik minatnya. Bagi cowok itu, film yang ditayangkan tidak ada bedanya seperti gambar bergerak yang diberi suara. Berhubung Mia kelihatan sangat ingin nonton, Aiden oke-oke saja. Tapi bagaimana ia bisa tidur kalau Mia terus-terusan berteriak di sebelahnya?
Aiden lebih kaget karena mendengar suara Mia daripada dengar jumpscare film yang sedang ditayangkan.
Cewek itu sudah meringkuk di kursinya sendiri. Dia bingung bagaimana cara menutupi matanya sedangkan ia penasaran dengan jalan cerita film. Mau memeluk Elsa di sebelah, tapi sudah duluan dimonopoli oleh Anton.
Cowok berbadan besar itu ternyata lebih pengecut daripada Mia. Kedua kakinya sudah memanjat kursi. Tiap ada jumpscare, teriakan Anton yang paling kencang. Sesekali ia berlindung di bawah ketiak Elsa. Wajahnya pucat dan kelihatan ingin segera pulang.
"Mas Anton, kak Elsanya dibagi, dong!" Mia merengek setengah berbisik. Ia sudah hampir menangis karena teror film.
Mendadak Mia menjerit, mengagetkan semua orang.
"Maaf." Aden merasa bersalah karena mengejutkan Mia lewat sebuah tepukan di bahu.
"Resek banget sih, om!"
"Saya mau nawarin badan saya. Daripada kamu gangguin Elsa dan Anton."
Tanpa ba-bi-bu, Mia langsung merapatkan tubuhnya pada Aiden sambil memeluk lengan cowok itu erat-erat.
"Udah tau takut kenapa milih film horror?" Tanya Aiden sambil berbisik.
"Olahraga jantung. Biar mental saya nggak letoy-letoy amat." Mia balas berbisik. Ia menyembunyikan wajahnya di balik lengan Aiden karena jumpscare akan dimulai lagi. Merasa tidak nyaman dengan posisi mereka, Aiden melepaskan pegangan Mia agar ia dapat memeluk cewek itu dengan satu tangan. Pembatas kursi yang biasa dipakai untuk tempat minum ia naikkan ke atas. Jadi sekarang sudah tidak ada sekat di antara mereka.
"Om kok nggak takut, sih?" Mia mendongak tipis-tipis.
"Saya lebih takut kamu diusir sama petugas bioskop gara-gara teriak terus."
Aiden merasakan perutnya dicubit oleh Mia. Rasanya sakit sekali, tapi ia menahan diri agar tidak berteriak. Ia tak mau dianggap seperti Anton. Si pengecut berbadan besar, berteriak karena nonton film horror.
***
"Badan gede tapi nyali kayak curut!" Mia terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang kram karena kebanyakan ketawa sejak tadi.
Anton tidak terima, "Teriakanmu juga yang paling cempreng sestudio, dek!"
"Bukan suara gue, dihhh!" Mia ngeles, seperti biasa.
"Suaramu! Aku loh hapal cemprengnya berapa oktaf!"
"Jangan ngada-ngada, deh! Itu kan suara mas Anton sendiri! Bikin malu aja! Tau gitu tadi pura-pura nggak kenal!"
"Kapan aku teriak, heh? Jelas-jelas suaramu, kok!"
Elsa dan Aiden berjalan mengekor di belakang dua bocah yang sedang berdebat itu. Mereka baru keluar dari bioskop dan berniat untuk mencari tempat makan.
"Padahal dua-duanya pengecut." Gerutu Elsa sambil memijat lengannya yang sakit habis ditarik-tarik Anton sepanjang nonton film. Cowok itu butuh perlindungan karena takut.
Aiden tertawa kecil, "Kalau bergaul dengan mereka, saya jadi awet muda. Mereka berkelahi seperti anak kecil. Saya suka menontonnya."
"Mereka emang sering berantem nggak jelas begitu. Nggak peduli tempat juga. Jodoh, kali!"
KAMU SEDANG MEMBACA
trouble [selesai]
RomanceMia, si dedek koas yang terpaksa jadi sugar baby demi membiayai cita-citanya buat jadi dokter spesialis forensik. Ini gara-gara dia nekat menolak dijodohkan di kampung hingga membuat orangtuanya mogok membiayai sekolah. Aiden, si om-om bule dengan l...