18 | KETAHUAN

49.7K 6.5K 206
                                    

Hari ini dua bab, ya.

Lagi baik.

***

Tadinya Mia tidur nyenyak sekali setelah minum obat pereda nyeri. Namun dia terbangun pada jam tiga pagi. Ingin tidur lagi, rasanya gelisah dan tidak nyaman. Efek obat pereda nyeri yang ia konsumsi setelah makan malam mungkin sudah hilang. Kaos yang dipinjamkan Aiden padanya jadi lembab oleh keringat. Ia memang sengaja mematikan pendingin ruangan sebelum pergi tidur. Sekarang remot AC-nya terlalu jauh dari jangkauan. Kalaupun dinyalakan nanti malah kedinginan.

Tak kuat menahan perasaan gelisah dan tubuh nyeri, akhirnya Mia bangun. Ia akan ambil obat lagi di bawah. Ia bersyukur Aiden punya stok obat di kotak P3K-nya.

Di tangga, Mia melihat Aiden sedang duduk di atas sofa. Kakinya selonjoran. Laptop berada di pangkuan. Banyak kertas berisi gambar dan diagram berserakan di atas meja di sampingnya, bahkan ada yang jatuh ke lantai. Rambut Aiden berantakan. Kedua matanya terlindung oleh kacamata anti radiasi, membuatnya nampak culun seperti Clark Kent.

Oke, alter ego Superman itu jauh dari kata culun.

Mia bersin, hingga membuat Aiden mengangkat kepalanya dari monitor. Ia langsung menegakkan tubuh.

"You okay?"

You okay? Should I be worried? Sepertinya dua pertanyaan itu sudah disetting permanen untuk ditanyakan pada Mia.

Mia mengangguk. "Mau minum obat lagi." Ia berdeham agar suaranya tidak serak. "Kok belum tidur, om?" Mia melewati Aiden untuk mengambil obat dan segelas air di atas meja makan, lalu pergi ke sofa tempat pemilik rumah sedang bekerja.

"Saya nggak bisa tidur. Daripada nganggur saya kerja aja." Aiden menurunkan kakinya agar Mia bisa duduk.

Cewek itu menelan beberapa obat sekaligus sebelum minum air segelas. Aiden memperhatikannya.

"Emang besok nggak ngantuk?" Tanya Mia lagi.

"Justru saya bersyukur sekali kalau bisa ngantuk."

Mia baru ingat sesuatu, "Ah, om kena insomnia. Nggak minum obat?"

"Saya mengurangi konsumsi obat. Nggak bagus buat liver dan ginjal saya."

"Jarang tidur juga nggak bagus buat jantung dan liver, om. Sama aja."

Aiden meletakkan laptopnya di atas meja. "Ada saran?"

"Minum susu hangat. Olahraga. Baca buku. Dengerin musik klasik. Banyak opsinya." Mia menyandarkan tubuhnya di sofa, menunggu obat yang baru diminum agar bereaksi.

"Semuanya nggak ada yang mempan ke saya. Kalau hari-hari biasa, selain minum obat saya menghubungi teman wanita saya."

"Buat?"

"You know for what."

Mia meliriknya sekilas. "Oh. Seks." Ada rasa sakit yang terlintas di hati Mia. Sedikit tapi terasa meyebalkan. Tidak mungkin kan kalau dia cemburu?

Aiden mengangguk.

"Saya penasaran sama cewek yang jadi partner seks om. Kalian pacaran?" Mia menanyakan itu sambil memejamkan mata agar Aiden tidak membaca emosi lewat tatapannya.

"Enggak."

"Kok dia mau?"

"Kami sepakat untuk tidak mengikat diri dengan komitmen."

"Partner om cuma satu itu aja?"

"Iya."

"Cantik?"

trouble [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang