Jakarta, 17 April 2019.
Dee yang baru saja tiba di lantai dua memilih buru-buru ke kamar mandi yang sudah Dara beritahu sebelumnya. Ia hanya ingin menangis dan menenangkan dirinya sejenak, sambil meminum beberapa pil obat penenang yang sudah dirinya konsumsi beberapa bulan terakhir, Dee memilih membasuh wajahnya, menatap pantulan dirinya di cermin untuk beberapa saat.
Dee tidak pernah suka ditatap dengan pandangan menyalahkan seperti tadi di ruang tengah, lagi pula menurutnya, salahnya Dara juga yang tidak menjelaskan apa-apa perihal Kak Yudha sebelumnya.
Setelah merapikan rambut dan memastikan kedua matanya tampak baik-baik saja dan bukan seperti orang yang habis menangis, Dee memutuskan untuk keluar dari kamar mandi, melewati sebuah ruangan yang pintunya masih terbuka sedikit, persis pada saat dirinya baru saja tiba di lantai dua.
Awalnya perempuan itu tidak berminat untuk menyelisik lebih dalam apa saja yang ada di dalam ruangan yang lebih tepatnya disebut sebagai kamar, ruangan itu hanya diisi dengan lampu berwarna kuning remang-remang. Akhirnya, Dee memutuskan untuk mengintip, membuka lebih lebar pintu yang awalnya hanya terbuka sedikit.
Pandangannya mengedar, menemukan beberapa ornamen khas kamar anak laki-laki, mulai dari poster beberapa kartun lawas yang tayang setiap minggu pagi tertata pada bagian dinding sebelah kanan, sementara pada dinding sebelah kiri diisi dengan beberapa pigura gantung. Di dalam pigura yang digantung itu, terdapat potret sebuah keluarga, dua orang dewasa yang berdiri berdampingan yang ditengahnya diisi oleh seorang anak laki-laki dan anak perempuan yang meringis ke arah kamera sambil menunjukkan pose dua jari.
Dee tebak, itu foto keluarga Dara beberapa tahun yang lalu. Anak laki-laki yang tingginya tidak jauh beda dengan Dara kecil, Dee pikir itu Kak Yudha.
Dee semakin dalam menelusuri kamar dengan pencahayaan minim tersebut, melihat-lihat pigura lainnya beserta beberapa barang-barang yang ditata rapi di dalam sebuah kardus yang dibiarkan terbuka.
Ingatan Dee mengelana ketika mendapati foto lainnya yang diletakkan di atas meja belajar, foto itu lebih jernih dibandingkan dengan foto sebelumnya. Di dalamnya, terdapat potret Kak Yudha dalam versi sedikit lebih dewasa dibandingkan dengan foto sebelumnya.
Dee seperti mengenalinya, entah di mana dan kapan. Namun, ingatan hujan deras beberapa tahun silam kala perempuan itu di rumahnya hadir memenuhi otak.
Dee ingat betul, sore menjelang malam waktu itu Jakarta diselimuti hujan lebat, sampai-sampai halaman rumah yang ditanami rumput jepang itu digenangi air karena volume hujan yang terlampau banyak.
Beberapa menit lalu papa sempat meneleponnya, menyuruhnya untuk mengambil berkas penting yang sudah dimasukkan ke dalam map berwarna hijau untuk diserahkan pada seorang suruhan papanya yang sebentar lagi tiba di rumah.
Dee yang masih berusia dua belas tahun dengan sweater kebesaran memilih menunggu kehadiran orang suruhan papa di beranda. Untuk menghilangkan rasa bosan, Dee memainkan map hijau sambil sesekali melihat pagar rumahnya, kata papa berkas yang ada di dalam map itu penting sehingga Dee harus hati-hati menjaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Aksara [Completed]
Ficção AdolescenteTahu perihal untaian kalimat dari James Hutton? 'The present is the key to the past', itu teori yang Hutton sebutkan pada sejarah perkembangan bumi yang isinya tentang hukum sebab-akibat. Untaian kalimat tadi tidak hanya berlaku untuk perkembangan b...