Bira tak mampu lagi menahan air matanya. Ia langsung berlari menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, tumpahlah air mata yang tak dapat terbendung lagi itu. Sungguh sakit rasanya mengatakan hal yang tak benar-benar ia inginkan. kata-kata yang menyakiti hatinya sendiri. Hilang sudah harapannya. Ia tak tau lagi bagaimana ini bisa terjadi. Lelaki yang ia harapkan, yang ia tunggu-tunggu selama ini ternyata orang yang sama dengan lelaki yang dicintai kakaknya. Tak ada yang bisa ia lakukan selain membiarkan dirinya terluka demi kebahagiaan kakaknya.
Sakit memang rasanya. Tapi sebisa mungkin Bira menahannya. Semua itu demi kebahagiaan sang kakak. Ia tak mau persaudaraan mereka hancur hanya karena seorang lelaki. Ia ingin keluarganya damai dan jauh dari pertengkaran. Walau ia tahu kakaknya memiliki darah yang berbeda denganya tapi hal itu tak membuat Bira merusah kebahagiaan Zhafira. Zhafira tetaplah kakaknya sampai kapanpun.
Tokkk..tokk
"Bira, ini Mama. Boleh mama masuk?" tanya Mamanya dari luar. Bira pun berjalan kearah pintu dan membukanya.
"kamu tidak papa nak?" tanya Mamanya pada sang putri. Bira tak menjawab, ia menghambur ke pelukan sang ibu dan menumpahkan segala yang ia rasakan. Mamanya hanya diam dan mengusap lembut kepala putrinya.
"kenapa rasanya sesakit ini Ma? Aku sudah menunggunya selama sembilan tahun dan ketika kita dipertemukan aku harus melepaskan sebelum aku sempat memilikinya." Ucap Bira pelan begitu menyayat hati. Maisha tak kuasa menahan air matanya. Ia pun ikut menangis melihat keadaan putrinya.
"Allah pasti akan menggantinya yang lebih baik untukmu Bira. Menangislah nak. Keluarkan apapun yang ada dibenakmu. Mama akan disini mendengarkanmu." Ucap Mamanya sembari mengeratkan pelukannya pada putrinya.
"kamu tau nak, dulu Mama dan tante Fiya juga pernah berseteru karen merebutkan papamu. Mama hampir dibunuh oleh saudara kembar Mama sendiri karena mama menikah dengan papamu yang dulunya adalah pacar dari Shaffiya. Awal pernikahan Papamu tidak mencintai mama, dia masih mencintai saudara kembar Mama. Tapi Mama kuatkan hati ini karena mama tidak mau pernikahan ini untuk main-main. Dan akhhirnya Allah mengetuk hati papamu. Kami dipersatukan. Mamamu mulai mencintai mama. Tapi Tantemu tidak terima. Dia selalu berusaha mengganggu rumah tangga kami. Sampai kamu sempat dalam bahaya karena dia selalu berusaha mencelakai mama. Tapi untungnya kamu anak yang kuat. Kamu terus bertahan di perut mama sampai kamu lahir. kemudian Tante Fiyya datang ke Mama dan meminta maaf atas segalanya." Maisha melonggarkan pelukannya dan menatap ibunya dalam. Ia tak pernah tau bahwa kisah cinta ibunya begitu rumit.
"Mama memaafkannya?" tanya Bira penasaran. Maisha mengangguk sembari tersenyum pada putrinya.
"kenapa mama masih memaafkannya. Dia sudah amat jahat kepada mama." Tanya Bira dengan nada kesal.
"nak, dendam tak pernah menyelesaikan masalah. Ketika kita menyimpan dendam yang ada hanyalah sakit hati. Jadi lebih baik mama memaafkannya. Lagipula kami ini saudara. Tapi sekarang kamu lihat, tante Fiya sudah bertaubat dan menjadi ibu yang hebat." Ucap Maisha mengingatkan putrinya.
Sungguh Bira kagum pada ibunya. Sakit hati yang ia rasakan sekarang tak sebanding dengan apa yang ibunya rasakan dahulu. Dia pun mengusap air matanya. Lalu tersenyum lebar pada Mamanya.
"makanya Mama tak ingin melihat anak-anak mama ini bertengkar hanya masalah lelaki. Cukup Mama dan tante Fiya saja yang merasakan. Kalian jangan." Ucap Maisha lagi yang djawab anggukan paham oleh Shabira.
"iya Ma. Terimakasih Mama selalu berada disamping Bira." Ucap Bira tulus lalu kembali memeluk Mamanya erat.
"sama-sama sayang. Itu sudah menjadi tugas Mama." Maisha balas memeluk erat putrinya itu.
***
Dari kejadian tadi Shabira bertekad untuk melupakan lelaki bernama Rayyan. Ia akan menetapkan pilihannya untuk berkuliah di luar negeri. Ia pun menghubngi salah satu guru yang mengurus mengenai beasiswanya waktu itu. guru itu pernah memberitahukan bahwa dirinya diterima tapi ia belum mengambil keputusan karena ia belum tega meninggalkan orang-orang tercintanya disini. tetapi sepertinya ini waktu yang tepat. Ia tak sanggup bila harus melihat kakaknya menikah dengan lelaki yang juga ia cintai.
Setelah menelpon gurunya ia pun diminta untuk menyiapkan berkas-berkas pribadinya. Menyiapkan visa dan lain sebagainya. Bira juga mencari info dari Naura, apa saja yang perlu dia siapkan untuk berkuliah disana. ia pun mempersiapkan semuanya dengna bantuan sang Papa. Sebenarnya papanya berat memberikan izin pada Bira. Tapi itu cita-citanya. Ia tak mau menghalangi putrinya mengejar cita-citanya.
Hari-hari selanjutnya Bira disibukkan dengan segala macam persiapan dokumen untuk pergi ke kairo. Dia sangat semangat dalam menyiapkan semuanya hingga ia melupakan segala masalahnya. dia hanya berharap ini semua yang terbaik untuk dirinya.
"Bira,boleh mengganggu sebentar?" tanya Zhafira dari balik pintu. Bira mengangguk lalu mempersilahkan kakaknya itu masuk.
"kamu benar ingin meninggalkan kakak, papa dan mama?" tanya Zhafira dengan wajah sedihnya.
"Kak, Bira ke sana untuk menuntut ilmu. Aku akan kembali dengan segera setelah semua urusanku selesai." Ucap Bira pada kakaknya.
"kenapa gak kuliah disini saja sih dek. Jadi kita bisa bareng-bareng terus." Ujar Zhafira lagi sedih.
"kak, Bira juga punya cita-cita yang harus Bira wujudkan. Dan ini salah satunya. Kakak doakan saja yang terbaik untuk Bira." Ucap Bira pada kakaknay.
"kamu berangkat kapan dek?" tanyanya lagi.
"dua bulan lagi kak."
"yah, kamu gak bisa menghadiri pernikahan kakak dong." Ucap Zhafira dengan nada kecewa.
Pernikahan? Mendengar hal itu rasa sakit yang berusaha Bira hilangkan beberapa hari ini muncul lagi. Bahkan dia pergi untuk menghindari hal itu.
"memangnya pernikahan kakak kapan?" tanya Shabira penasaran walaupun sakit
"Akhir tahun ini. Berarti masih 5 bulan lagi." Jawab Zhafira pada adiknya. Shabira pun mengangguk paham.
"maaf ya kak. Soalnya sudah dijadwalkan seperti itu. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik buat kakak kok. Kita videocall aja ya besok." Usul Bira dengan senyumnya yang merekah. Senyum palsu tapi begitu indah jika dipandang.
"baiklah. Rasanya aku belum ikhlas membiarkanmu pergi lagi.tapi ini jalanmu dek." Ujar Zhafira lalu memeluk adiknya itu.
"kakak besok nyusul dong kesana sama Kak Ray. Kan enak tuh sembari honeymoon." Ucap Bira sebisa mungkin menjaga agar suaranya terdengar ceria walau hatinya menjerit ingin menangis.
"wah ide yang bagus. Besokpokoknya kalau kangen aku langsung kesana. Tunggu aja kamu gak akan tenangkalau aku kesana." Ucap Zhafira dengan nada bercanda. Merekapun tertawabersama. Zhafira menertawakan leluconnyabarusan sedangkan Bira menertawakan kisahnya yang begitu pilu.
***
Thanks for reading. jangan lupa vote dan komentarnya yaa.
maaf yaa kalo banyak kesalahan dan typo karena belum sempat edit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shabira ( Cinta, Asa dan Luka) - Completed
Storie d'amorekejadian yang tak disengaja di masa kecilnya membuat Shabira selalu mengimpikan bertemu imam impiannya. lelaki yang tak sengaja menabraknya sewaktu ia menginjak umur sembilan tahun di sebuah pesantren tempat kakaknya dulu bersekolah. lelaki itu memp...